Palangka Raya (Antara Bali) - Tari Manalampas Dahiang Baya mengawali pembukaan ritual adat Kalimantan Tengah, Mamapas Lewu Maarak Sahur Pakus Mangantung Sahur Lewu, di Palangka Raya, Minggu.

Kepala Dinas Pariwisata Palangka Raya, Tarcy Andien mengatakan, tarian tersebut merefleksikan kebersamaaan "Penyang Hinje Simpei, Paturung Humba Tamburak" masyarakat Dayak dalam menghadapi berbagai rintangan atau hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan.

"Oleh masyarakat Suku Dayak rintangan atau hal-hal yang tidak baik dalam kehidupan sering ditandai dengan dahiang atau pertanda dengan bentuk atau simbol yang bermacam-macam," kata Tracy seraya menjelaskan kegiatan tersebut merupakan agenda rutin akhir tahun.

Dalam tarian ini digambarkan pelaksanaan upacara Manalampas Dahiang Baya, dilakukan kaum perempuan Dayak dengan gagah perkasa menggunakan Mandau Talawang menghadapi segala rintangan atua hal-hal yang tidak baik dalam kehidupannya.

Pada awalnya basir atau pelaksana upacara dalam kehidupan Suku Dayak merupakan kaum perempuan yang sering disebut Sampangan Bawin Balian.

Menurut Tracy, kegiatan Mamapas Lewu bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai religius pada masyarakat Kalteng agar tidak punah dan tidak tergerus perkembangan zaman serta kemajuan teknologi informasi.

Wali Kota Palangka Raya HM Riban Satia mengatakan, Mamapas Lewu mengandung arti membersihkan wilayah dari pengaruh atau perbuatan jahat yang dilakukan manusian maupun roh jahat terhadap kehidupan manusia.

Maarak Sahur sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa sedangkan Mangantung Sahur Lewu merupakan wujud permohonan kepada Tuhan, agar Kota Palangka Raya selalu dilindungi dari hal-hal yang tidak baik. (*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012