Lebak (Antara Bali) - Masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, meminta Sunda Wiwitan dicantumkan di kolom agama pada kartu tanda penduduk.
"Kita berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan Sunda Wiwitan diakui sebagai agama masyarakat Baduy," kata Dainah, seorang tetua Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, di Rangkasbitung, Minggu.
Selama ini, pemerintah belum mengakui keberadaan Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan masyarakat Baduy.
Sebelumnya, kata dia, dari 1970 sampai 2010 kepercayaan Sunda Wiwitan tertulis pada kartu tanda penduduk (KTP).
Pemberlakuan e-KTP kepercayaan Sunda Wiwitan tidak dicantumkan karena bukan agama resmi. Saat ini kolom agama yang dicantumkan pada KTP yakni Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
Karena itu, pihaknya belum lama ini mendatangi Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.
Kedatangan itu menuntut hak sebagai warga negara agar diakui kepercayaan Sunda Wiwitan tertulis pada KTP.
Namun, kata dia, jawaban Kementerian Dalam Negeri harus ada rekomendasi dari Kementerian Agama. "Kami bingung dengan undang-undang yang tidak mencantumkan kepercayaan Sunda Wiwitan pada KTP," ujarnya menjelaskan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Kita berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan Sunda Wiwitan diakui sebagai agama masyarakat Baduy," kata Dainah, seorang tetua Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, di Rangkasbitung, Minggu.
Selama ini, pemerintah belum mengakui keberadaan Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan masyarakat Baduy.
Sebelumnya, kata dia, dari 1970 sampai 2010 kepercayaan Sunda Wiwitan tertulis pada kartu tanda penduduk (KTP).
Pemberlakuan e-KTP kepercayaan Sunda Wiwitan tidak dicantumkan karena bukan agama resmi. Saat ini kolom agama yang dicantumkan pada KTP yakni Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
Karena itu, pihaknya belum lama ini mendatangi Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri di Jakarta.
Kedatangan itu menuntut hak sebagai warga negara agar diakui kepercayaan Sunda Wiwitan tertulis pada KTP.
Namun, kata dia, jawaban Kementerian Dalam Negeri harus ada rekomendasi dari Kementerian Agama. "Kami bingung dengan undang-undang yang tidak mencantumkan kepercayaan Sunda Wiwitan pada KTP," ujarnya menjelaskan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012