Pelatih tunggal putri Indonesia Herli Djaenudin mengatakan kondisi Gregoria Mariska Tunjung sudah sangat kelelahan sampai fisiknya terkuras habis saat menghadapi wakil Korea Selatan An Se Young pada final Australian Open 2022 di Quay Centre, Sydney, Minggu.
Dalam perjalananya ke final, Gregoria harus menjalani pertandingan tiga gim ketika berhadapan dengan wakil Jepang Saena Kawakami pada perempat final dan Han Yue asal China dalam semifinal. Herli menyebut anak asuhnya bahkan sampai muntah setelah pertandingannya melawan Han, Sabtu (19/11).
"Hari ini Gregoria memang (energinya) sudah habis. Rasa capeknya belum pulih. Tidak bisa mengikuti kecepatan lawan. Di gim pertama masih bisa (mengimbangi), tapi gim kedua sudah habis. Maka dia banyak melakukan kesalahan sendiri," ujar Herli dalam keterangan tertulis PBSI yang diterima di Jakarta.
Gregoria, yang untuk pertama kalinya menembus final BWF World Tour, takluk dua gim langsung 17-21, 9-21 kepada An Se Young dalam laga berdurasi 36 menit sehingga dia pun harus puas dengan hanya sebagai runner-up turnamen level Super 300 itu.
Meski begitu, menurut Herli, capaian Gregoria bisa sampai ke final di Australia merupakan hasil yang maksimal di saat kondisinya masih belum pulih 100 persen setelah mengikuti tiga turnamen Eropa.
Baca juga: Gregoria Mariska akan hadapi jalan terjal di final Australian Open 2022
"Gregoria belum pulih benar dari jetlag dari tur Eropa. Kondisinya memang sudah habis. Gerakan kakinya lambat bisa mengejar shuttlecock. Tetap harus tetap bersyukur dengan hasil ini," tutur Herli.
Gregoria juga mengatakan sudah sangat kelelahan pada dua pertandingan sebelumnya. Meski kalah namun dia tetap senang dengan pencapaian dia di Australia.
Pebulu tangkis peringkat ke-19 dunia itu menuturkan bahwa kondisi fisiknya yang terkuras membuat dia tidak bisa keluar dari tekanan lawan pada gim kedua. Sementara itu, performa An Se Young justru jauh lebih prima dibanding gim pertama.
"Dua pertandingan sebelumnya, saya akui benar-benar sangat melelahkan dan di final saya tidak bisa keluar dari tekanan," ujar dia.
"Itu karena pengembalian dan kualitas lawan sangat bagus. Saat ada kesempatan mengambil poin, saya malah tidak sabar dan malah mati sendiri," katanya menambahkan.
Baca juga: Di Olimpiade Tokyo, Gregoria lewati tantangan pertama
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Dalam perjalananya ke final, Gregoria harus menjalani pertandingan tiga gim ketika berhadapan dengan wakil Jepang Saena Kawakami pada perempat final dan Han Yue asal China dalam semifinal. Herli menyebut anak asuhnya bahkan sampai muntah setelah pertandingannya melawan Han, Sabtu (19/11).
"Hari ini Gregoria memang (energinya) sudah habis. Rasa capeknya belum pulih. Tidak bisa mengikuti kecepatan lawan. Di gim pertama masih bisa (mengimbangi), tapi gim kedua sudah habis. Maka dia banyak melakukan kesalahan sendiri," ujar Herli dalam keterangan tertulis PBSI yang diterima di Jakarta.
Gregoria, yang untuk pertama kalinya menembus final BWF World Tour, takluk dua gim langsung 17-21, 9-21 kepada An Se Young dalam laga berdurasi 36 menit sehingga dia pun harus puas dengan hanya sebagai runner-up turnamen level Super 300 itu.
Meski begitu, menurut Herli, capaian Gregoria bisa sampai ke final di Australia merupakan hasil yang maksimal di saat kondisinya masih belum pulih 100 persen setelah mengikuti tiga turnamen Eropa.
Baca juga: Gregoria Mariska akan hadapi jalan terjal di final Australian Open 2022
"Gregoria belum pulih benar dari jetlag dari tur Eropa. Kondisinya memang sudah habis. Gerakan kakinya lambat bisa mengejar shuttlecock. Tetap harus tetap bersyukur dengan hasil ini," tutur Herli.
Gregoria juga mengatakan sudah sangat kelelahan pada dua pertandingan sebelumnya. Meski kalah namun dia tetap senang dengan pencapaian dia di Australia.
Pebulu tangkis peringkat ke-19 dunia itu menuturkan bahwa kondisi fisiknya yang terkuras membuat dia tidak bisa keluar dari tekanan lawan pada gim kedua. Sementara itu, performa An Se Young justru jauh lebih prima dibanding gim pertama.
"Dua pertandingan sebelumnya, saya akui benar-benar sangat melelahkan dan di final saya tidak bisa keluar dari tekanan," ujar dia.
"Itu karena pengembalian dan kualitas lawan sangat bagus. Saat ada kesempatan mengambil poin, saya malah tidak sabar dan malah mati sendiri," katanya menambahkan.
Baca juga: Di Olimpiade Tokyo, Gregoria lewati tantangan pertama
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022