Kuta (Antara Bali) - Presiden DCVMN periode 2012-2014 Mahendra Suhardono menyatakan, konferensi Jaringan Produsen Vaksin Negara-Negara Berkembang (DCVMN) ke-13 di Kuta, Bali, telah menjadi ajang efektif untuk memantapkan komitmen transfer teknologi dalam memproduksi vaksin, khususnya di negara-negara berkembang.
"Sebenarnya sudah banyak kerja sama bisnis antar negara anggota DCVMN, seperti antara negara kita dengan India dan Afrika Selatan. Melalui pertemuan ini, komitmen kerja sama termasuk dalam hal transfer teknologi lebih dimantapkan," kata Mahendra usai terpilih menjadi Presiden DCVMN, di Kuta, Bali, Jumat.
Ia mengemukakan, dalam berbagai diskusi panel antaranggota DCVMN yang berlangsung dari 31 Oktober-2 November tidak ditemukan tantangan berat karena para peserta menyadari benar pentingnya memperbaharui informasi teknologi maupun regulasi vaksin.
Menurut dia, transfer teknologi idealnya dimulai dari mencari bibit vaksin, riset hingga terciptanya produk akhir vaksin. Hanya saja transfer teknologi untuk pengembangan vaksin menjadi terkendala di sejumlah negara berkembang terkait dengan tingginya jumlah populasi. Produksi vaksin dalam jumlah besar dengan harga yang terjangkau relatif membutuhkan dana yang besar termasuk untuk kepentingan transfer teknologi.
"Teknologi juga menyangkut paten dan teritori. Masalahnya adalah, negara-negara tertentu siap atau tidak untuk menerima transfer teknologi yang pada prinsipnya harus saling menguntungkan," ucapnya.
Mahendra mengungkapkan bahwa selama ini tantangan dalam memproduksi vaksin adalah dibutuhkannya biaya yang besar dan waktu yang lama untuk melakukan riset. Sementara DCVMN sendiri ditujukan untuk memproduksi vaksin dalam jumlah yang lebih besar dengan harga terjangkau sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh lebih banyak umat manusia.
"Vaksin yang murah itu tentunya harus tetap mengedepankan kualitas, aman dan efektif dalam mencegah berbagai penyakit," ujarnya.
Ia menambahkan, konferensi tersebut sekaligus telah menjadi ajang tukar-menukar kontak antarnegara anggota maupun memperluas jaringan bisnis di antara negara-negara berkembang.
"Lewat pertemuan ini, Iran misalnya lebih mengenal vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma sebagai satu-satunya industri vaksin dalam negeri sehingga mereka juga menandatangani nota kesepahaman (MoU)," katanya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Sebenarnya sudah banyak kerja sama bisnis antar negara anggota DCVMN, seperti antara negara kita dengan India dan Afrika Selatan. Melalui pertemuan ini, komitmen kerja sama termasuk dalam hal transfer teknologi lebih dimantapkan," kata Mahendra usai terpilih menjadi Presiden DCVMN, di Kuta, Bali, Jumat.
Ia mengemukakan, dalam berbagai diskusi panel antaranggota DCVMN yang berlangsung dari 31 Oktober-2 November tidak ditemukan tantangan berat karena para peserta menyadari benar pentingnya memperbaharui informasi teknologi maupun regulasi vaksin.
Menurut dia, transfer teknologi idealnya dimulai dari mencari bibit vaksin, riset hingga terciptanya produk akhir vaksin. Hanya saja transfer teknologi untuk pengembangan vaksin menjadi terkendala di sejumlah negara berkembang terkait dengan tingginya jumlah populasi. Produksi vaksin dalam jumlah besar dengan harga yang terjangkau relatif membutuhkan dana yang besar termasuk untuk kepentingan transfer teknologi.
"Teknologi juga menyangkut paten dan teritori. Masalahnya adalah, negara-negara tertentu siap atau tidak untuk menerima transfer teknologi yang pada prinsipnya harus saling menguntungkan," ucapnya.
Mahendra mengungkapkan bahwa selama ini tantangan dalam memproduksi vaksin adalah dibutuhkannya biaya yang besar dan waktu yang lama untuk melakukan riset. Sementara DCVMN sendiri ditujukan untuk memproduksi vaksin dalam jumlah yang lebih besar dengan harga terjangkau sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh lebih banyak umat manusia.
"Vaksin yang murah itu tentunya harus tetap mengedepankan kualitas, aman dan efektif dalam mencegah berbagai penyakit," ujarnya.
Ia menambahkan, konferensi tersebut sekaligus telah menjadi ajang tukar-menukar kontak antarnegara anggota maupun memperluas jaringan bisnis di antara negara-negara berkembang.
"Lewat pertemuan ini, Iran misalnya lebih mengenal vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma sebagai satu-satunya industri vaksin dalam negeri sehingga mereka juga menandatangani nota kesepahaman (MoU)," katanya.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012