Sebanyak 37 korban investasi bodong oleh pengelola aplikasi robot trading "DNA Pro Akademi" di Bali menyurati Komisi III DPR RI untuk meminta pemerintah memberikan kepastian informasi terkait pengembalian dana kerugian investasi yang mereka alami sebanyak Rp6,8 miliar.
Kuasa hukum para korban Yoga Fitrana Cahyadi di Denpasar, Bali, Jumat, menyatakan surat tersebut juga dilayangkan kepada Presiden, Menkopolhukam, Kapolri, hingga Ketua Mahkamah Agung, melalui surat nomor 023/SKY.Pid/IX/2022 yang dikirimkan pada Senin (26/9/2022) lalu.
Saat memberikan keterangan pers, Yoga Fitrana Cahyadi mengatakan surat tersebut dilayangkan sebagai pernyataan sikap puluhan warga akibat ketidakpastian informasi pengembalian kerugian investasi dana yang dibekukan oleh pemerintah terkait pidana yang menyeret pengelola investasi bodong tersebut.
"Masyarakat perlu kejelasan apakah uang tersebut akan dikembalikan atau bagaimana. Jika itu dikembalikan seperti apa skema yang diberikan oleh pemerintah untuk mengembalikan dana masyarakat tersebut," kata dia.
Oleh karena itu, kliennya meminta kepastian hukum terkait masalah pengembalian dana para korban dengan bantuan legislator di Komisi III DPR-RI untuk selanjutnya diproses kepada pihak yang berkelindan dengan masalah investasi DNA pro tersebut.
Menurut dia, dalam kasus hukum aplikasi robot trading DNA Pro Akademi yang telah diproses ke Kejaksaan Agung dan menunggu tuntutan dalam persidangan pidana di pengadilan, kliennya diberi kejelasan terkait dana yang ikut tersita dalam kasus tersebut.
"Kami memohon kepada Komisi III untuk berkoordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan skema pengembalian kerugian investasi ini dengan skema yang mudah, cepat dan pasti," kata Yoga Cahyadi.
Menurut Yoga, akibat investasi bodong aplikasi DNA Pro, 37 kliennya mengalami kerugian mencapai Rp6,8 miliar dengan jumlah yang bervariasi pada setiap orangnya.
Sejak diketahui sudah menjadi korban penipuan, para klien sama sekali tidak mendapat informasi apapun soal skema pengembalian dana investasi yang disita oleh negara. Sejak penangkapan terhadap pelaku investasi bodong tersebut, para korban asal Bali tersebut yang sebagian besar para buruh dibiarkan tanpa informasi apapun.
"Karena seluruh proses hukum pidana terhadap DNA Pro dilakukan oleh Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dan para klien kami, selaku korban di Bali tidak menjadi bagian korban atau saksi, menyebakan kami tidak mendapatkan suatu kepastian hukum bagaimana nantinya pengembalian uang investasi tersebut," kata Yoga.
Menurut Yoga, kliennya adalah korban yang wajib dilindungi negara. Negara tidak bisa membiarkan perkara tersebut berputar begitu saja tanpa ada kepastian hukum bagi masyarakat Bali yang dalam hal ini sebagai korban.
"Negara memiliki tugas terutama melindungi hak para korban untuk berinvestasi secara aman maupun kepastian akan pengembalian hak manakala jadi korban penipuan. Itu kenapa kami tembuskan surat ini kepada Presiden RI Joko Widodo, sebab negara wajib melindungi warga negaranya dari aksi penipuan investasi termasuk memberi kepastian hukum soal pengembalian hak-hak korban," kata Yoga.
Yoga menyayangkan sikap pemerintah yang membiarkan investasi bodong yang dilakukan DNA pro berlangsung lama tanpa adanya kontrol dari lembaga sensor seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Siber Polri.
"Dengan adanya transaksi elektronik yang terjadi, pengumpulan uang, pergeseran dana seharusnya lembaga seperti itu tahu karena iklan DNA pro hampir ada di semua platfrom media sosial," kata dia.
Yoga pun berharap Komisi III melakukan dengar pendapat dengan kementerian perdagangan, Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk mendapatkan informasi yang jelas terkait kasus tersebut, berkoordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan skema pengembalian dana investasi secara tepat dan pasti.
Selain itu, Yoga meminta Komisi III menyarankan kepada pemerintah menentukan badan khusus pengembalian dana aset yang disita.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Kuasa hukum para korban Yoga Fitrana Cahyadi di Denpasar, Bali, Jumat, menyatakan surat tersebut juga dilayangkan kepada Presiden, Menkopolhukam, Kapolri, hingga Ketua Mahkamah Agung, melalui surat nomor 023/SKY.Pid/IX/2022 yang dikirimkan pada Senin (26/9/2022) lalu.
Saat memberikan keterangan pers, Yoga Fitrana Cahyadi mengatakan surat tersebut dilayangkan sebagai pernyataan sikap puluhan warga akibat ketidakpastian informasi pengembalian kerugian investasi dana yang dibekukan oleh pemerintah terkait pidana yang menyeret pengelola investasi bodong tersebut.
"Masyarakat perlu kejelasan apakah uang tersebut akan dikembalikan atau bagaimana. Jika itu dikembalikan seperti apa skema yang diberikan oleh pemerintah untuk mengembalikan dana masyarakat tersebut," kata dia.
Oleh karena itu, kliennya meminta kepastian hukum terkait masalah pengembalian dana para korban dengan bantuan legislator di Komisi III DPR-RI untuk selanjutnya diproses kepada pihak yang berkelindan dengan masalah investasi DNA pro tersebut.
Menurut dia, dalam kasus hukum aplikasi robot trading DNA Pro Akademi yang telah diproses ke Kejaksaan Agung dan menunggu tuntutan dalam persidangan pidana di pengadilan, kliennya diberi kejelasan terkait dana yang ikut tersita dalam kasus tersebut.
"Kami memohon kepada Komisi III untuk berkoordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan skema pengembalian kerugian investasi ini dengan skema yang mudah, cepat dan pasti," kata Yoga Cahyadi.
Menurut Yoga, akibat investasi bodong aplikasi DNA Pro, 37 kliennya mengalami kerugian mencapai Rp6,8 miliar dengan jumlah yang bervariasi pada setiap orangnya.
Sejak diketahui sudah menjadi korban penipuan, para klien sama sekali tidak mendapat informasi apapun soal skema pengembalian dana investasi yang disita oleh negara. Sejak penangkapan terhadap pelaku investasi bodong tersebut, para korban asal Bali tersebut yang sebagian besar para buruh dibiarkan tanpa informasi apapun.
"Karena seluruh proses hukum pidana terhadap DNA Pro dilakukan oleh Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dan para klien kami, selaku korban di Bali tidak menjadi bagian korban atau saksi, menyebakan kami tidak mendapatkan suatu kepastian hukum bagaimana nantinya pengembalian uang investasi tersebut," kata Yoga.
Menurut Yoga, kliennya adalah korban yang wajib dilindungi negara. Negara tidak bisa membiarkan perkara tersebut berputar begitu saja tanpa ada kepastian hukum bagi masyarakat Bali yang dalam hal ini sebagai korban.
"Negara memiliki tugas terutama melindungi hak para korban untuk berinvestasi secara aman maupun kepastian akan pengembalian hak manakala jadi korban penipuan. Itu kenapa kami tembuskan surat ini kepada Presiden RI Joko Widodo, sebab negara wajib melindungi warga negaranya dari aksi penipuan investasi termasuk memberi kepastian hukum soal pengembalian hak-hak korban," kata Yoga.
Yoga menyayangkan sikap pemerintah yang membiarkan investasi bodong yang dilakukan DNA pro berlangsung lama tanpa adanya kontrol dari lembaga sensor seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Siber Polri.
"Dengan adanya transaksi elektronik yang terjadi, pengumpulan uang, pergeseran dana seharusnya lembaga seperti itu tahu karena iklan DNA pro hampir ada di semua platfrom media sosial," kata dia.
Yoga pun berharap Komisi III melakukan dengar pendapat dengan kementerian perdagangan, Mabes Polri, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk mendapatkan informasi yang jelas terkait kasus tersebut, berkoordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan skema pengembalian dana investasi secara tepat dan pasti.
Selain itu, Yoga meminta Komisi III menyarankan kepada pemerintah menentukan badan khusus pengembalian dana aset yang disita.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022