Gianyar (Antara Bali)- Peternak kodok hijau di Kabupaten Gianyar, Bali, mengeluhkan sulitnya pemasaran atas hasil panen yang selama ini mereka budidayakan.

Akibatnya, para peternak kini mendesak pemerintah mampu memberikan jalan keluar bagi hasil panen tersebut, kata I Wayan Karma, salah seorang peternak kodok asal Banjar Bukit Jangkrik, Samplangan, Gianyar, Senin.

Menurut dia, budidaya kodok telah dilakukan di beberapa negara, baik negara beriklim panas maupun empat musim.

Untuk negara Eropa yang telah membudidayakan kodok antara lain  Prancis, Belanda, Belgia, Albania, Rumania, Jerman Barat, Inggris, Denmark, Yunani, Amerika Serikat dan Meksiko.

Selain itu juga, kodok kini telah dibudidayakan di beberapa negara Asia termasuk Indonesia sehubungan dagingnya diketahui memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. 
 
Namun disayangkan, budidaya kodok, khususnya di Kabupaten Gianyar belum sepenuhnya memberikan harapan bagi para petani.

Menurut Wayan Karma, para peternak kodok di kabupaten yang dijuluki kota seni dan budaya itu, masih dihadapkan dengan permasalahan sulit, yakni soal pemasaran.

"Kami memelihara kodok sebanyak tiga ribu ekor, namun hanya sebagian saja yang sudah dapat dipasarkan," katanya.

Selama ini baru hanya sejumlah restoran di Kuta yang menerima kodok dari para teternak di Gianyar.

Untuk satu kilogram kodok, Wayan Karma mengaku menjualnya seharga Rp25 ribu. "Namun ya itu, baru sebagian kecil saja yang telah diserap pasar," jelas Wayan Karma.

Dari tiga ribu kodok yang dipelihara, baru sekitar 200 ekor saja perharinya yang laku di pasaran, sementara sisanya masih menunggu pembeli yang lain.

"Kami merasa ketar-ketir menghadapi situasi seperti ini," ucapnya sambil menyeka keringat.

Bukan hanya Karma yang mengeluh, peternak kodok lainnya di wilayah setempat juga mengalami nasib yang sama. "Dulu kami sampai kekurangan kodok, kini kelebihan karena tak ada pembeli," kata Ngurah Jangkrik, peternak kodok yang lain. 

Pihaknya membeli bibit kodok dengan harga Rp1.000 per ekor, dan kodok dipanen setiap enam bulan sekali. "Berternak kodok merupakan penghasilan tambahan kami, dan sekarang kami merasa lesu karena jumlah pembeli tidak sebanyak dulu," ujarnya menambahkan. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2009