Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Kota Denpasar terus mendorong kelompok petani ikan untuk membudidayakan kodok lembu, karena usaha ini tidak memerlukan lahan yang luas.

"Budidaya kodok lembu (bulfrog) tidak terlalu memerlukan lahan luas, sehingga sangat cocok untuk dikembangkan di perkotaan," kata Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra di Denpasar, Senin.

Saat meninjau kelompok petani ikan Matsya Tunjung Sari, Kecamatan Denpasar Barat itu, ia berharap dapat memotivasi kelompok lain untuk mengembangkan budidaya kodok tersebut.

"Lahan sempit seperti daerah perkotaan bukan halangan untuk mengembangkan usaha pertanian. Salah satu usaha pertanian yang memperdayakan lahan sempit adalah pengembangan budidaya kodok," kata Rai Mantra yang didampingi Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Denpasar Dewa Made Ngurah.

Rai Mantra mengatakan, masyarakat yang telah mengembangkan budidaya kodok lembu yang sifatnya masih perorangan agar membentuk kelompok, sehingga mudah diawasi untuk diberikan bantuan dan pembinaan.

Terkait dengan permasalahan permodalan, Rai Mantra meminta Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan untuk menjembatani kelompok tersebut agar mendapat kredit tanpa agunan (KTA).

Dewa Made Ngurah menambahkan, saat ini di Kota Denpasar baru ada satu kelompok yang mengembangkan budidaya kodok, yaitu kelompok petani ikan Matsya Tunjung Sari.

"Kalau pengembangan budidaya kodok lembu yang dikelola secara perorangan di Denpasar sudah banyak," katanya.

Sementara Sekretaris Kelompok Petani Ikan Matsya Tunjung Sari, Putu Oka Swadiana mengatakan, kelompok tersebut mengembangkan jenis kodok lembu, karena memiliki nilai ekonomis tinggi serta memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan baik di pasar lokal maupun ekspor.

Untuk pasar lokal sendiri Oka Swadiana mengaku kelompoknya masih belum mampu memenuhi permintaan pasar. Saat ini kelompoknya yang beranggotakan 21 orang baru memiliki 60 kotak pengembangan budidaya kodok.

"Setiap kotaknya terdapat 100 ekor kodok yang hanya untuk pengemukan saja. Jadi tidak bisa dicampur dengan kodok yang masih kecil-kecil," katanya.

Ia mengatakan, permintaan pasar mencapai 5 ton per bulan, sedangkan hasil panen kelompok itu baru mencapai setengah ton. 

"Kita harapkan setiap anggota memiliki tempat pemeliharaan sedikitnya 20 kotak. Dengan demikian akan memiliki nilai ekonomis seperti diharapkan," katanya.

Karena kelompok ini hanya mengembangkan kodok pengemukan, Oka Swadiana mengaku membeli benihnya dengan harga per ekor Rp2.000. Setelah dipelihara selama  enam hingga tujuh bulan kodok tersebut baru bisa dipanen dengan harga per kilogram mencapai Rp27.000.

"Hasil panen untuk satu kilogram berisi berkisar empat sampai lima ekor," kata Oka Swadiana menjelaskan.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2009