Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menargetkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia rampung pada 2022.
Dengan demikian, PP hasil revisi itu diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan warga negara Indonesia yang memiliki masalah kewarganegaraan.
“Diharapkan perubahan (PP) itu dapat diselesaikan tahun ini sehingga penyelesaian permasalahan anak berkewarganegaraan ganda dapat terakomodasi belum lagi persoalan kawin campur dan lain-lain. Ini persoalannya barangkali jadi dilema,” kata Yasonna saat memberi pidato kunci pada Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.
Oleh karena itu, selama proses revisi PP No. 2 Tahun 2007, Kementerian Hukum dan HAM berupaya menampung masukan dan permintaan dari berbagai pihak, termasuk di antaranya kelompok diaspora Indonesia di luar negeri.
"Ada keinginan dari diaspora supaya (pemerintah) mengakomodasi dwi kewarganegaraan," kata Yasonna.
Ia menjelaskan Indonesia saat ini menganut kewarganegaraan ganda terbatas sampai 21 tahun.
Baca juga: Kemenkumham Bali cegah pelanggaran oleh WNA di Pelabuhan Benoa
Batas waktu 21 tahun itu merupakan kelonggaran yang diberikan pemerintah mengingat aturan sebelumnya mewajibkan anak-anak WNI berkewarganegaraan ganda harus memilih status kewarganegaraannya saat mereka berusia 18 tahun.
Akan tetapi, kelonggaran itu menurut kelompok diaspora masih belum memenuhi kebutuhan mereka.
"Ada keinginan ditingkatkan lagi sampai 30 tahun supaya mereka yang sekolah di luar negeri tidak harus kembali (ke Indonesia), (karena) 21 tahun belum selesai (pendidikannya)," kata Yasonna saat ditemui usai acara.
Yasonna menyampaikan Kementerian Hukum dan HAM pun perlu membahas itu dan menjadikan permintaan kelompok diaspora sebagai bahan pertimbangan saat merevisi PP No. 2 Tahun 2007.
Pasalnya, kelompok diaspora diyakini memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan Indonesia.
Sejauh ini, Kementerian Hukum dan HAM hanya dapat mengeluarkan visa multiple entry yang berlaku sampai 5 tahun. "Tapi, untuk masuk kepada dwi kewarganegaraan masih berbeda," ucap dia.
Baca juga: Kemenkumham: 75 parpol berbadan hukum tapi hanya separuh yang aktif
Tidak hanya kelompok diaspora, Yasonna menyampaikan revisi PP itu juga untuk memenuhi kebutuhan anak-anak WNI terutama pekerja migran yang tidak memiliki dokumen terkait kewarganegaraan (undocumented).
Menkumham menyebut masalah itu umumnya dialami oleh pekerja migran Indonesia di Malaysia dan Arab Saudi.
"Itu banyak yang undocumented, kami perlu verifikasi, (mereka) cukup dapat penegasan kewarganegaraan. Itu bisa kami lakukan," tutur Yasonna.
video oleh Pande Yudha
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Dengan demikian, PP hasil revisi itu diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan warga negara Indonesia yang memiliki masalah kewarganegaraan.
“Diharapkan perubahan (PP) itu dapat diselesaikan tahun ini sehingga penyelesaian permasalahan anak berkewarganegaraan ganda dapat terakomodasi belum lagi persoalan kawin campur dan lain-lain. Ini persoalannya barangkali jadi dilema,” kata Yasonna saat memberi pidato kunci pada Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.
Oleh karena itu, selama proses revisi PP No. 2 Tahun 2007, Kementerian Hukum dan HAM berupaya menampung masukan dan permintaan dari berbagai pihak, termasuk di antaranya kelompok diaspora Indonesia di luar negeri.
"Ada keinginan dari diaspora supaya (pemerintah) mengakomodasi dwi kewarganegaraan," kata Yasonna.
Ia menjelaskan Indonesia saat ini menganut kewarganegaraan ganda terbatas sampai 21 tahun.
Baca juga: Kemenkumham Bali cegah pelanggaran oleh WNA di Pelabuhan Benoa
Batas waktu 21 tahun itu merupakan kelonggaran yang diberikan pemerintah mengingat aturan sebelumnya mewajibkan anak-anak WNI berkewarganegaraan ganda harus memilih status kewarganegaraannya saat mereka berusia 18 tahun.
Akan tetapi, kelonggaran itu menurut kelompok diaspora masih belum memenuhi kebutuhan mereka.
"Ada keinginan ditingkatkan lagi sampai 30 tahun supaya mereka yang sekolah di luar negeri tidak harus kembali (ke Indonesia), (karena) 21 tahun belum selesai (pendidikannya)," kata Yasonna saat ditemui usai acara.
Yasonna menyampaikan Kementerian Hukum dan HAM pun perlu membahas itu dan menjadikan permintaan kelompok diaspora sebagai bahan pertimbangan saat merevisi PP No. 2 Tahun 2007.
Pasalnya, kelompok diaspora diyakini memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kemajuan Indonesia.
Sejauh ini, Kementerian Hukum dan HAM hanya dapat mengeluarkan visa multiple entry yang berlaku sampai 5 tahun. "Tapi, untuk masuk kepada dwi kewarganegaraan masih berbeda," ucap dia.
Baca juga: Kemenkumham: 75 parpol berbadan hukum tapi hanya separuh yang aktif
Tidak hanya kelompok diaspora, Yasonna menyampaikan revisi PP itu juga untuk memenuhi kebutuhan anak-anak WNI terutama pekerja migran yang tidak memiliki dokumen terkait kewarganegaraan (undocumented).
Menkumham menyebut masalah itu umumnya dialami oleh pekerja migran Indonesia di Malaysia dan Arab Saudi.
"Itu banyak yang undocumented, kami perlu verifikasi, (mereka) cukup dapat penegasan kewarganegaraan. Itu bisa kami lakukan," tutur Yasonna.
video oleh Pande Yudha
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022