Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa kemerdekaan pers di era pascareformasi memiliki landasan yang semakin kuat karena kekuasaan pemerintah adalah residu dari hak asasi dan demokrasi.
"Hak asasi diberikan semua, lalu pemerintah diberi sisanya, sedikit, untuk mengatur. Nah era ini menjadi tantangan baru bagi kemerdekaan pers tanah air," kata Mahfud saat berdiskusi dengan Dewan Pers secara daring, Jumat.
Di era sekarang, lanjut Mahfud, khususnya sesudah amendemen UUD 1945, kekuasaan pemerintah hanyalah merupakan residu dari hak asasi. Berbeda dengan era sebelum reformasi, yang terjadi sebaliknya, hak asasi merupakan residu dari pemerintah.
Baca juga: Wapres: Kerja pers harus tetap berjalan di tengah pandemi COVID-19
"Kalau dulu, wartawannya ditangkap, dulu ada istilah bredel, ada blackout, kemudian dilarang membeli kertas kepada pemerintah. Itu dulu. Di zaman reformasi kita ubah, mengambil semua konvensi PBB tentang hak asasi," kata Mahfud.
Dalam konteks saat ini, terhadap peran pers sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial, pemerintah sangat mengharapkan pers tetap melakukan tugas itu dengan baik.
"Karena itu, pers adalah mitra strategis pemerintah. Masukan, saran, dan kritik yang disampaikan publik di media massa, adalah salah satu dasar pemerintah dalam pembuatan kebijakan," tuturnya.
Baca juga: Menkominfo ajak jurnalis tingkatkan tiga tanggung jawab pers
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini kemudian menyoroti beberapa tantangan bagi pers saat ini, antara lain, perkembangan teknologi menjadi tantangan utama bagi pers, sehingga pers harus terus melakukan konvergensi untuk dapat bertahan hidup.
Mahfud juga berharap agar kualitas dan kompetensi para jurnalis dan pengelola media terus ditingkatkan.
"Dengan kualitas teknis dan etik yang baik, pers kita bisa menghindari terjadinya kesalahan kutip, judul yang tidak sesuai dengan isi berita, data tidak akurat, nara sumber yang tidak kredibel, atau mencampurkan fakta dengan opini," ucap Mahfud MD.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Hak asasi diberikan semua, lalu pemerintah diberi sisanya, sedikit, untuk mengatur. Nah era ini menjadi tantangan baru bagi kemerdekaan pers tanah air," kata Mahfud saat berdiskusi dengan Dewan Pers secara daring, Jumat.
Di era sekarang, lanjut Mahfud, khususnya sesudah amendemen UUD 1945, kekuasaan pemerintah hanyalah merupakan residu dari hak asasi. Berbeda dengan era sebelum reformasi, yang terjadi sebaliknya, hak asasi merupakan residu dari pemerintah.
Baca juga: Wapres: Kerja pers harus tetap berjalan di tengah pandemi COVID-19
"Kalau dulu, wartawannya ditangkap, dulu ada istilah bredel, ada blackout, kemudian dilarang membeli kertas kepada pemerintah. Itu dulu. Di zaman reformasi kita ubah, mengambil semua konvensi PBB tentang hak asasi," kata Mahfud.
Dalam konteks saat ini, terhadap peran pers sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial, pemerintah sangat mengharapkan pers tetap melakukan tugas itu dengan baik.
"Karena itu, pers adalah mitra strategis pemerintah. Masukan, saran, dan kritik yang disampaikan publik di media massa, adalah salah satu dasar pemerintah dalam pembuatan kebijakan," tuturnya.
Baca juga: Menkominfo ajak jurnalis tingkatkan tiga tanggung jawab pers
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini kemudian menyoroti beberapa tantangan bagi pers saat ini, antara lain, perkembangan teknologi menjadi tantangan utama bagi pers, sehingga pers harus terus melakukan konvergensi untuk dapat bertahan hidup.
Mahfud juga berharap agar kualitas dan kompetensi para jurnalis dan pengelola media terus ditingkatkan.
"Dengan kualitas teknis dan etik yang baik, pers kita bisa menghindari terjadinya kesalahan kutip, judul yang tidak sesuai dengan isi berita, data tidak akurat, nara sumber yang tidak kredibel, atau mencampurkan fakta dengan opini," ucap Mahfud MD.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021