Uang elektronik saat ini bukan semata gaya hidup, melainkan kebutuhan terutama bagi mereka yang tinggal di kota besar. Dari mulai untuk kebutuhan membayar belanja, tarif tol, beli makanan di restoran, hingga naik transportasi publik.

Uang elektronik sekaligus menjelma menjadi kebutuhan dan solusi di tengah pandemi ketika pembatasan sosial dilakukan lebih ketat di tengah pandemi.

Hal itulah yang mendorong penggunaan transaksi uang elektronik mengalami pertumbuhan yang signifikan saat memasuki era internet of things.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia, jumlah uang elektronik di Indonesia pada Januari hingga Oktober 2019 mencapai 292,3 juta unit dengan total transaksi sebesar Rp145,2 triliun.

Jumlah ini mengalami peningkatan drastis dibandingkan pada 2015 yang hanya mencapai 41,9 juta unit dengan transaksi sebesar Rp5,3 triliun.

Terlebih di masa pandemi ini, Bank Indonesia mencatat jumlah transaksi menggunakan uang elektronik atau yang dikenal pula dengan sebutan e-money ini telah mencapai lebih dari 400 juta transaksi dalam satu bulan pada 2020.

Asosiasi Fintech indonesia (AFTECH) menyebut besarnya volume transaksi e-money di Tanah Air selama pandemi tidak hanya dikontribusikan dari aktivitas individu, tetapi juga hampir semua sektor bisnis mulai dari UMKM hingga bisnis menengah dan besar.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga sebelumnya sempat mengatakan bahwa pihaknya akan mendorong berbagai sektor usaha, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), agar memanfaatkan uang elektronik termasuk layanan Kode QR untuk mencakup seluruh transaksi dalam usaha mereka.

Uang elektronik memiliki nilai lebih dari berbagai sisi termasuk meningkatkan literasi keuangan di kalangan masyarakat dan memberikan kemudahan serta kepraktisan dalam transaksi keuangan.




Transaksi Digital

Tingginya penggunaan e-money di Indonesia membawa angin segar salah satunya untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Peluang ini dimanfaatkan maksimal oleh PT Jatelindo Perkasa Abadi untuk turut juga mengembangkan ekosistem transaksi digital.

Sebagai perusahaan biller aggregator yang telah beroperasi selama 16 tahun, Jatelindo menawarkan kepada masyarakat di Tanah Air berupa penyediaan layanan koneksi biller atau tagihan pada berbagai perusahaan besar di berbagai sektor bisnis antara lain PLN, pulsa dan BPJS kesehatan, perbankan seperti Mandiri, BNI, BRISyariah, dan bank-bank lainnya serta ritel modern (Indomaret, Alfamart Superindo) dan sejumlah marketplace.

Dari layanan tagihan tersebut, perusahaan itu berhasil membukukan catatan jumlah transaksi rata-rata sekitar Rp7 triliun per bulan dengan jumlah transaksi lebih dari 40 juta transaksi per bulannya.

Direktur Utama PT Jatelindo Perkasa Abadi Idham Hadju mengatakan peluang pasar untuk bidang transaksi digital di Indonesia masih sangat besar.

Oleh karena itu pihaknya bertekad akan selalu meningkatkan pelayanan yang inovatif dan merilis produk-produk yang solutif demi memenuhi kebutuhan mitra komunitas yang makin beragam.

Pencapaian transaksi dari perusahaan yang dirintisnya itu disebutnya tak terlepas dari peran komunitas PPOB (Payment Point Online Bank) yang telah bermitra selama bertahun-tahun seperti komunitas penjual pulsa, koperasi, warung, dan loket-loket pembayaran tagihan lainnya, dengan jumlah mencapai lebih dari ratusan ribu loket.

Selain melayani beragam tagihan seperti PLN, BPJS dan PDAM, tahun lalu perusahaan juga meluncurkan Narobil, sebuah platform yang membantu komunitas-komunitas informal seperti komunitas olahraga, UKM, RT/RW, dan pembelajaran (sekolah) untuk melakukan penagihan digital.

Ini menjadi cermin jika layanan keuangan yang terintegrasi secara online menjadi peluang tersendiri bagi para pelaku UMKM di Tanah Air untuk memanfaatkan celah bisnis dari bisnis transaksi digital.




Platform E-Money

Lebih lanjut dalam transaksi digital, inovasi platform e-money juga banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini.

Banyak di antara mereka yang berinisiatif membuat platform e-money untuk bertransaksi digital di segmen komunitas.

Fello yang dirilis perusahaan biller aggregator sejak 2004 misalnya melakukan terobosan solutif dengan meluncurkan platform e-money untuk memberikan kemudahan bertransaksi bagi komunitas.

Tak bisa dipungkiri, perkembangan bisnis yang begitu dinamis turut membawa perubahan pada komunitas. Kini komunitas tak hanya menjadi tempat berkumpul dan mengekspresikan kesamaan saja, melainkan telah bertransformasi sebagai peluang bisnis yang menggiurkan.

Timbulnya tren tersebut mendorong komunitas untuk berinovasi dalam memaksimalkan potensi ekonomi yang ada. Namun sayangnya, tak semua komunitas memiliki waktu cukup untuk mengorganisasikan hal-hal teknis sehubungan dengan aktivitas mereka.

Alhasil, lantaran kesibukan pengurus dan anggotanya, beberapa hal seperti iuran anggota komunitas dan aktivitas keuangan lainnya mengalami kendala.

Ditambah dengan berlangsungnya masa pandemi, maka komunitas didorong untuk terbiasa dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dalam melakukan kegiatannya. Mengurangi kontak dengan orang lain menjadi salah satu poin penting untuk diperhatikan, termasuk dalam hal bertransaksi keuangan secara digital yang saat ini sudah menjadi kenormalan baru.

Advisor fintech Setiawan Adhiputro yang telah memiliki jam terbang tinggi di industri pembayaran digital misalnya berupaya mengembangkan Fello sebagai tren baru dalam bisnis transaksi digital berbasis komunitas.

Jebolan Kartuku, GOJEK dan OVO, yang biasa dipanggil Wawan itu mengaku optimistis dapat mengembangkan Fello sebagai pemain utama di bisnis ini dan memberikan kontribusi terhadap adopsi pembayaran digital pada berbagai komunitas.

Strateginya, menurut Wawan, selain aktif bermitra dengan komunitas existing yang unbankable namun memiliki pasar luas seperti RT-RW, perumahan, dan apartemen, alumni sekolah, pramuka hingga UMKM seperti Gemawira  (Gerakan Masyarakat Wirausaha), pihaknya juga akan mengoptimalkan potensi pasar komunitas PPOB (Payment Point Online Bank) yang telah dibangun selama ini.

“Ada lebih dari 100 ribu jaringan komunitas mitra PPOB, penjual pulsa hingga loket pembayaran. Kita menargetkan setidaknya 10 hingga 20 persen pengguna bisa didapatkan dari sana,” ujar Wawan.

Wawan menjelaskan perusahaannya akan menggandeng beragam komunitas dengan maksimal. “Kami menargetkan sedikitnya 10 komunitas bakal menjadi mitra sampai akhir tahun ini. Kami akan menjembatani semua anggota komunitas untuk mempermudah transaksi,” kata Wawan.

Sebagai e-money berbasis komunitas, layanan yang diberikan akan memiliki beragam fitur menarik yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan komunitas. Dengan mengakses layanan itu, anggota komunitas tak perlu khawatir lagi dalam melakukan transfer atau bayar iuran karena prosesnya yang begitu cepat, mudah serta aman.

Selain itu layanan juga memberikan benefit bisnis di setiap transaksi dalam bentuk sharing admin yang akan diperoleh dari berbagai transaksi seperti pulsa, token listrik dan BPJS kesehatan. Saat ini Fello bisa diunduh secara gratis melalui aplikasi Playstore.

Fakta ini membuktikan bahwa dunia telah bekerja secara virtual termasuk dalam hal transaksi keuangan. Seseorang akan mengenang kebiasaan menghitung uang dan menyimpannya dalam dompet alih-alih memencet tombol digital atau menggeser kartu saat bertransaksi.
 

Pewarta: Hanni Sofia

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020