Ombudsman RI Perwakilan Bali melakukan pengawasan ketat penggunaan dana Rp756 miliar untuk penanganan COVID-19 agar tidak ada penyalahgunaan.
"Kalau tidak diawasi tentu bisa saja muncul dugaan anggaran tersebut tidak efektif penggunaannya. Tujuannya supaya dana COVID bisa dinikmati publik. Saya kira dana COVID juga diawasi mereka-mereka yang berwenang, di kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait lainnya," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab, di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan saat ini belum ada aduan ke Ombudsman terkait penyalahgunaan COVID yang terjadi di Bali. Meskipun tidak ada laporan, diharapkan agar internal pemerintah dan eksternal pemerintah juga ikut bersama-sama mengawasi.
Baca juga: Bali menuju "Top 5 KIPP 2020", Wagub presentasikan "Kami Datang Penglihatan Terang"
Terhitung sejak April 2020 hingga saat ini, ada 20 aduan yang diterima dari beberapa masyarakat yang tidak menerima bantuan sosial COVID-19.
Sementara itu, terkait aduan masyarakat selama COVID-19, biasanya mengacu pada lima sektor yang dibuka Ombudsman, yaitu kesehatan, keamanan, transportasi, bantuan sosial, dan keuangan. Aduan dari masyarakat yang diterima lebih banyak terkait penerimaan sembako, bukan terkait bantuan uang tunai.
"Misalnya bansos, kita juga menerima laporan, tapi itu kaitannya dengan sembako, bukan uang. Saya kira bansos dalam bentuk sembako itu memang masih banyak yang tidak dinikmati masyarakat. Karena mungkin tidak ber-KTP Bali, sehingga penyalurannya terbatas," katanya.
Baca juga: Pecalang Jimbaran-Bali awasi protokol kesehatan pengunjung pantai
Untuk itu pembagian sembako nanti bisa diarahkan melalui CSR BUMN untuk memberikan bantuan, dan juga dari pemerintah daerah agar menyediakan dana bagi seluruh masyarakat secara merata.
"Kalau namanya potensi penyalahgunaan itu pasti ada, tapi kita tidak mau potensi itu menjadi fakta, dalam arti ada penyelewengan anggaran. Untuk itu perlu pengawasan ekstra dari lembaga-lembaga berwenang. Ombudsman pasti mengawasi juga, tapi bersifat pelayanan publik sejauh mana publik menikmati alokasi anggaran itu," ucap Umar.
Ia menegaskan yang menjadi fokus dalam pengawasan Ombudsman adalah realisasi anggarannya. Misalnya alokasi anggarannya sesuai atau tidak sehingga perlu diawasi supaya tepat sasaran dan tepat guna.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kalau tidak diawasi tentu bisa saja muncul dugaan anggaran tersebut tidak efektif penggunaannya. Tujuannya supaya dana COVID bisa dinikmati publik. Saya kira dana COVID juga diawasi mereka-mereka yang berwenang, di kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait lainnya," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab, di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan saat ini belum ada aduan ke Ombudsman terkait penyalahgunaan COVID yang terjadi di Bali. Meskipun tidak ada laporan, diharapkan agar internal pemerintah dan eksternal pemerintah juga ikut bersama-sama mengawasi.
Baca juga: Bali menuju "Top 5 KIPP 2020", Wagub presentasikan "Kami Datang Penglihatan Terang"
Terhitung sejak April 2020 hingga saat ini, ada 20 aduan yang diterima dari beberapa masyarakat yang tidak menerima bantuan sosial COVID-19.
Sementara itu, terkait aduan masyarakat selama COVID-19, biasanya mengacu pada lima sektor yang dibuka Ombudsman, yaitu kesehatan, keamanan, transportasi, bantuan sosial, dan keuangan. Aduan dari masyarakat yang diterima lebih banyak terkait penerimaan sembako, bukan terkait bantuan uang tunai.
"Misalnya bansos, kita juga menerima laporan, tapi itu kaitannya dengan sembako, bukan uang. Saya kira bansos dalam bentuk sembako itu memang masih banyak yang tidak dinikmati masyarakat. Karena mungkin tidak ber-KTP Bali, sehingga penyalurannya terbatas," katanya.
Baca juga: Pecalang Jimbaran-Bali awasi protokol kesehatan pengunjung pantai
Untuk itu pembagian sembako nanti bisa diarahkan melalui CSR BUMN untuk memberikan bantuan, dan juga dari pemerintah daerah agar menyediakan dana bagi seluruh masyarakat secara merata.
"Kalau namanya potensi penyalahgunaan itu pasti ada, tapi kita tidak mau potensi itu menjadi fakta, dalam arti ada penyelewengan anggaran. Untuk itu perlu pengawasan ekstra dari lembaga-lembaga berwenang. Ombudsman pasti mengawasi juga, tapi bersifat pelayanan publik sejauh mana publik menikmati alokasi anggaran itu," ucap Umar.
Ia menegaskan yang menjadi fokus dalam pengawasan Ombudsman adalah realisasi anggarannya. Misalnya alokasi anggarannya sesuai atau tidak sehingga perlu diawasi supaya tepat sasaran dan tepat guna.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020