Langkah bijak dalam menyikapi Pandemi COVID-19 adalah fokus pada "badai" virus Corona jenis baru itu, bukan pada "kapal/perahu" yang berbeda-beda, karena apapun bentuk "kapal/perahu" yang ada dipastikan menghadapi "badai" yang sama.

Oleh karena itu, berbeda pandangan terkait solusi penanganan COVID-19 dalam pilihan antara mengutamakan aspek kesehatan atau mengutamakan ekonomi, tidak perlu menjadi perdebatan yang mirip berdebat dengan kusir (debat kusir).

Adalah ikhtiar Presiden Joko Widodo yang pas dalam menghadapi era Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) dengan istilah yang disebutnya dengan "gas" dan "rem". Artinya, memilih kesehatan atau ekonomi itu sama-sama sulitnya dengan memilih "gas" atau "rem". Solusinya, setiap pemimpin itu harus mempunyai data dan perhitungan untuk menentukan pilihan, gas (ekonomi) atau rem (kesehatan).

"Saya harapkan gas dan remnya itu betul-betul diatur, jangan sampai melonggarkan tanpa sebuah kendali rem, sehingga mungkin ekonominya bagus tetapi COVID-nya juga naik. Bukan itu yang kita inginkan. Kalau masyarakat sudah membaik kesehatannya ya kita main gas (ekonomi/Normal Baru), tapi sebaliknya kalau masyarakat memburuk kesehatannya ya main rem (kesehatan/PSBB). Kalau rem saja ya mati kelaparan, tapi kalau gas saja ya mati kena virus," kata Presiden saat mengunjungi Posko Penanganan dan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kantor Gubernur Jateng, Semarang, 30 Juni 2020.

Ya, kesehatan atau ekonomi memang ibarat buah simalakama, namun keduanya ibarat "kapal/perahu" yang tidak penting untuk dipertentangkan, karena bergantung situasi dan kondisinya, maka alangkah baiknya untuk fokus pada "badai" (virus) dengan memainkan data-data terkait "gas" (ekonomi) dan "rem" (kesehatan) yang situasional/kondisional tapi terukur.

Nah, sejauh mana, keberhasilan setiap pemimpin dalam membenahi daerahnya dari "zona merah" COVID-19 menjadi "zona hijau" akan sangat ditentukan kepiawaian dalam memainkan "gas" dan "rem" secara situasional dengan data-data yang akurat untuk mengarahkan fokus pada "badai" (COVID-19).

Dalam kaitan inilah, Gubernur Bali Wayan Koster mengadakan rapat Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Provinsi Bali, di Jaya Sabha, Denpasar pada 7 Juli 2020 (7/7), yang menyepakati pelaksanaan protokol Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) dengan Bupati/Wali Kota se-Pulau Dewata untuk memulai pada 9 Juli 2020.

"Saat ini masih ada empat kabupaten/kota di Bali yang masuk zona merah. Idealnya hanya zona hijau dan kuning yang dibuka. Karena kita mau bareng (bersamaan/kompak) harus dilakukan ekstra keras untuk menangani empat kabupaten/kota agar terjadi perbaikan kondisi di wilayah tersebut," kata Gubernur Koster.

Baca juga: Bupati/Wali Kota se-Bali sepakati era baru dimulai 9 Juli

Pada rapat yang dihadiri Pangdam IX Udayana, Wakapolda Bali, Wagub Bali, Bupati/Wali Kota se-Bali, Sekda Provinsi Bali, Danlanud, Danlanal, Danrem serta dan OPD terkait dan unsur Forkompinda Provinsi Bali itu, Gubernur Koster mengatakan rapat pada 10 Juni 2020 yang diikuti Bupati/Wali Kota se-Bali juga sudah sepakat untuk bersama-sama menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru).

Hasil rapat itu telah ditindaklanjuti Gubernur dengan mempersiapkan sejumlah tahapan dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) tersebut. "Saya minta jajaran GTPP COVID-19 Provinsi Bali menaruh perhatian pada tiga klaster penyebaran, yakni pasar tradisional, keluarga dan masyarakat," ucapnya.

Gubernur Bali pun meminta Bupati/Wali Kota untuk fokus pada pengelola pasar tradisional, desa adat dan kelurahan sebagai ujung tombak penanganan COVID-19 saat ini.

Sebagai langkah pencegahan Gubernur meminta pasar tradisional yang diizinkan beroperasi hanya pasar yang sudah menerapkan protokol Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) secara ketat. Selain itu desa adat juga harus menerapkan "perarem" atau kesepakatan adat tertulis yang mengatur protokol Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru).

"Dari 1.493 desa adat tercatat sebanyak 1.443 desa adat sudah menyelesaikan peraremnya. Kita harapkan semua selesai hingga mulai tanggal 9 Juli 2020 itu diketahui bahwa desa adat serentak menerapkan perarem penanganan COVID-19," katanya.

Mantan anggota DPR RI ini mengatakan dampak pandemi COVID-19 sudah cukup lama tanpa ada kepastian kapan akan berakhir. Oleh karena itu, pemerintah perlu bersikap untuk menghidupkan kembali aktivitas perekonomian di Bali yang terpukul karena terhentinya sektor pariwisata.

"Jika ini kita biarkan bisa menimbulkan masalah sosial baru dan muncul kerawanan di dalamnya," ujar Koster yang juga sudah mengeluarkan surat edaran Nomor 3355 Tahun 2020 tentang Protokol Tatanan Kehidupan Era Baru.



Rapid test, perarem, sertifikasi

Dalam Rapat GTPP COVID-19 Provinsi Bali itu, Gubernur Koster meminta pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) yang dimulai pada 9 Juli 2020 itu dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian.

Bahkan, Pemprov Bali melaksanakan prinsip kehati-hatian itu dengan memohon doa restu di Pura Besakih pada beberapa hari lalu, serta desa adat juga merumuskan "perarem" (kesepakatan adat tertulis) yang "mewajibkan" protokol kesehatan secara adat. Dari 1.493 desa adat tercatat sebanyak 1.443 desa adat sudah menyelesaikan peraremnya.

Selain berdoa dan merumuskan perarem di seluruh wilayah Bali itu, rapid test kepada masyarakat juga digalakkan, lalu sertifikasi dilaksanakan Tim Verifikasi se-Bali untuk mengontrol protokol kesehatan di perkantoran/pasar/toko/mal/objek wisata.

"Jika protokol bisa dilaksanakan dengan baik, baru dibuka kegiatannya secara bertahap, selektif dan terbatas," ujar Gubernur Koster dalam rapat itu.

Baca juga: BI Bali dan PPMKI adakan tur kesiapan protokol era baru di objek wisata

Terkait verifikasi dan sertifikasi pada ruang publik di Pulau Wisata Bali itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati juga sudah memaparkan dan meyakinkan kepada kalangan pebisnis dan pemerintahan dari negara lain terkait kesiapan pariwisata daerah setempat untuk menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) di tengah pandemi COVID-19.

"Saat ini, industri pariwisata sudah menerapkan protokol kesehatan dan pencegahan COVID-19, yang tidak hanya bertujuan untuk melindungi wisatawan, namun juga para pekerjanya," kata Wagub Bali yang akrab dipanggil Cok Ace itu saat menjadi pembicara seminar virtual bertemakan "Bali in the Era of New Normal" itu di Denpasar, Bali, 7 Juli 2020.

Pada acara yang digagas Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Mumbai, India, itu, dia meyakinkan kepada pasar India bahwa pariwisata Bali sudah siap menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) sesuai dengan standar protokol kesehatan dan protokol pencegahan COVID-19.

Pada acara yang menghadirkan pembicara seperti Direktur Konstruksi dan Operasional ITDC AA Ngurah Wirawan, Norma Aulia dari Garuda Indonesia serta GM PACTO Freddy Rompas itu, ia menambahkan pemerintah bersama dengan asosiasi pariwisata sudah menyiapkan sertifikat untuk Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) bagi industri pariwisata.

"Jadi industri pariwisata seperti hotel, restoran, agen perjalanan, dan transportasi bisa mengajukan sertifikat dan diverifikasi oleh Dinas Pariwisata beserta dengan asosiasi pariwisata ke tempat usahanya. Untuk mendapatkan sertifikat ini sektor pariwisata harus memenuhi standar yang ditetapkan WHO yaitu Cleanliness, Safety dan Health (CSH)," ujarnya.

Pada acara yang dipandu Konsul Jenderal Mumbai Agus P Saptono itu, ia menyampaikan jaminan untuk para wisatawan hingga mereka bisa nyaman selama berwisata di Bali di tengah pandemi ini, bahkan beberapa rumah sakit rujukan COVID-19 sudah tersedia dan siap jika ada kemungkinan terburuk dengan fasilitas memadai serta tenaga kesehatan yang andal.

Sementara itu, pembicara yang lain juga menyatakan kesiapannya mendukung era normal baru ini. Seperti yang dipaparkan oleh AA Ngurah Wiriawan dari ITDC Nusa Dua bahwa pihaknya telah menyiapkan beberapa hal terkait penerapan protokol tatanan hidup baru ini.

"Segala fasilitas sudah menunjang untuk penerapan protokol Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) ini, bahkan sudah ada fasilitas rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk kemungkinan terburuk," ucap Wiriawan.

Norma Aulia dari pihak Garuda Indonesia menyatakan perusahaannya menyambut baik rencana kedua belah pihak untuk menjalin kerja sama lagi di sektor pariwisata. "Garuda Indonesia siap untuk mendukung rencana tersebut, termasuk untuk membuka penerbangan langsung dari Bali dan India," ucapnya.

Agaknya, sektor pariwisata dalam era Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) harus memenuhi standar yang ditetapkan WHO yaitu Cleanliness, Safety dan Health (CSH), karena jika tidak justru Normal Baru hanya akan menjadi "lampu kuning" bagi pariwisata untuk akhirnya "lampu merah" (mati).

Ya, kalangan pariwisata di Bali harus benar-benar serius untuk fokus pada "badai" (COVID-19) dengan mempertaruhkan protokol kesehatan dalam era Adaptasi Kebiasaan Baru (Tatanan Kehidupan Era Baru) yang sesuai dengan standar WHO secara maksimal.
 

Pewarta: Edy M Yakub/Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020