Singaraja (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten Buleleng dinilai mengabaikan potensi wisata bawah laut sehingga selama ini pendapatan asli daerah (PAD) paling banyak disumbangkan dari sektor pengelolaan lahan parkir.

"Ada banyak potensi wisata bawah laut untuk kegiatan `diving` dan `snorkeling`. Namun tidak digarap secara serius," kata anggota DPRD Kabupaten Buleleng, Dewa Cakra, di Singaraja, Sabtu.

Menurut dia, selama ini sudah ada beberapa pengelola pariwisata di Kabupaten Buleleng yang mengembangkan objek wisata bawah laut, seperti Alamanda di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula.

Bahkan ada oknum pejabat yang berani menarik "upeti" dari Alamanda sebesar Rp10 juta hingga Rp12 juta per bulan. "Saya punya bukti pembayaran retribusi Alamanda itu ke Pemkab. Tapi tidak ada perdanya sehingga kami tidak tahu larinya uang itu," kata politikus Partai Demokrat itu.

Oleh sebab itu, dia menginginkan ada perda pengelolaan potensi wisata bawah laut sehingga retribusi yang ditarik dari pengelola bisa dimasukkan sebagai setoran PAD.

Usaha jasa pengelolaan wisata bawah laut di Kabupaten Buleleng terdapat sekitar 20 unit. "Kalau masing-masing usaha itu menyumbangkan retribusi Rp10 juta per bulan, maka total retribusi bisa mencapai Rp200 juta atau Rp2,4 miliar per tahun," katanya.

Sementara itu, pelaku pariwisata Dewa Ketut Anom, setuju ide yang dilontarkan Gede Cakra itu. "Itu ide yang bagus. Memang benar potensi itu dilupakan. Maka itu harus dibuatkan perda sehingga ada kontribusi yang jelas masuk ke PAD," kata anggota Komisi B DPRD Buleleng periode 2004-2009 itu.(IMT/M038/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012