"ANTARA harus jadi corong BUMN. Jika ada BUMN yang terkena krisis, kita harus bersatu. Kita dukung ANTARA supaya ranking Alexa-nya naik," kata Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, dalam Rakor Sinergi Komunikasi BUMN di Jakarta, 15 November 2019.

Pernyataan itu merujuk pada era disrupsi, sebuah era yang merombak struktur komunikasi, bahkan disrupsi yang merupakan perubahan mendasar dari komunikasi nyata menjadi maya itu telah "membunuh" sejumlah media massa, sehingga disrupsi itu boleh dibilang sebagai "peperangan sesungguhnya".

Disebut "perang sesungguhnya" karena dahsyatnya melebihi perang dunia yang sudah pernah terjadi sebelumnya, karena perang dunia (perang nyata) itu masih menyodorkan pilihan berupa menang atau kalah (tetap hidup), sedangkan disrupsi (perang maya) itu menyodorkan pilihan lebih gawat yakni mati atau berubah.

Bahkan, "perang" dalam era disrupsi itu juga meluas ke komunikasi non-media massa. Kalau era disrupsi itu mengandaikan terjadinya "perang" antara media massa versus media sosial (media versus medsos) sebagai pertempuran yang wajar, maka era disrupsi juga mengandaikan "perang" antar-media sosial (medsos versus medsos).

Buktinya, era disrupsi tidak hanya menyediakan "lapangan" untuk pertarungan antara informasi (media massa) dengan informasi hoaks (medsos), namun era disrupsi juga menyediakan "ring" untuk pertikaian antara "buzzer" versus "buzzer" yang justru menghalalkan segala cara.

Dalam kondisi "edan" itu, siapa pun akan kelabakan untuk masuk ke lapangan/ring disrupsi yang sudah mirip zaman purbakala itu. Ibaratnya, teknologi semakin maju, namun manusia semakin purbakala, karena "menghalalkan" hoaks, buzzer, bully, atau hate speach (menyalahkan/mencela), seperti bukan manusia yang maju saja.

Namun, siapa pun tidak punya alternatif, kecuali memasuki lapangan/ring disrupsi dengan siasat yang waras, atau bermain "cantik" di tengah kegilaan tanpa obat itu. Caranya, jangan melayani "olok-olok" dengan "olok-olok" pula, karena hal itu sama dengan membuang energi/waktu tanpa hasil, apalagi seluruh informasi digital itu mencapai miliaran atau triliunan halaman.

Permainan yang "cantik" adalah perlawanan yang menggunakan cara-cara berbasis inovasi (bukan produk-produk "old") dan media sosial. Nah, permainan cantik seperti itulah yang menjadi "kata kunci" dari pernyataan Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, pada awal tulisan ini.

Artinya, negara (pemerintah/BUMN/publik) harus melawan dan perlawanan negara itu harus menggunakan "corong" (jubir/humas) yang tepat. Nah, "corong" yang pas sebagaimana dimaksud stafsus itu adalah ANTARA (kantor berita milik negara atau milik pemerintah/masyarakat).

Apalagi, kantor berita negara itu didirikan para pejuang republik ini yakni Adam Malik dkk pada 13 Desember 1937 atau tahun ini merayakan usia ke-82 tahun. Awalnya, Adam Malik dkk mendirikan Kantor Berita ANTARA itu secara patungan dengan para wartawan pejuang lainnya, untuk melawan "agitasi informasi" dari kantor berita milik kolonial, yakni ANETA.

Akhirnya, ANTARA pun menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan bangsa,karena ANTARA sangat berperan dalam penyebarluasan informasi tentang Proklamasi Kemerdekaan RI 1945 lewat telex dari Jakarta ke seluruh penjuru negeri hingga negara lain yang akhirnya mendorong pengakuan "kemerdekaan" itu dari dunia (PBB) pada tahun 1949.

Contoh dokumennya, buku "Kiprah Kerobokan dan Peranan Markas 'K' Dalam Sejarah Pergerakan Perintis Kemerdekaan dan Revolusi Fisik 1945" yang ditulis oleh I Gusti Ketut Wibisana Aryadharma mencatat bahwa "Berita Proklamasi Kemerdekaan RI sampai ke Provinsi Bali karena dibawa oleh seorang wartawan ANTARA bernama Herman". Historis!.

Tidak hanya itu, "kantor" ANTARA Bali yang pertama kali ada di Jalan Sumatera 56, Banjar Titih, Denpasar, Bali (d/h Restoran Betty) itu juga menjadi lokasi pertama pengibaran bendera merah putih di Bali pada 18 Agustus 1945, sebagai tindak lanjut dari berita proklamasi yang dibawa wartawan bernama Herman itu. Hal yang sama juga terjadi di provinsi lain dan bahkan hingga ke negara lain. Nasionalis!.

Baca juga: Video Tentang ANTARA Biro Bali
Baca juga: Menteri minta BUMN manfaatkan LKBN Antara


Bukan hal baru
Walhasil, ANTARA sebagai kantor berita negara sudah lama menjadi "corong" (jubir/humas) bagi negara (pemerintah dan masyarakat) sejak didirikan hingga kemerdekaan dan bahkan hingga kini, karena itu harapan agar ANTARA menjadi "corong" negara, termasuk BUMN, bukanlah hal baru. Artinya, ANTARA bukan "hanya" milik pemerintah, tapi milik negara (pemerintah dan publik). Ya, ANTARA milik negara, bukan pemerintah!.

Bahkan, peran ANTARA sebagai "corong" negara (pemerintah dan publik) itu semakin penting di era disrupsi, karena "serangan" media sosial yang bertubi-tubi itu tidak cukup dilayani dengan "balasan" yang sifatnya satu per-satu, mengingat akun medsos itu bukan puluhan tapi ribuan, bahkan jutaan.

Alangkah strategisnya, bila negara melawan serangan medsos pada era disrupsi itu dengan dua cara/permainan "cantik" yakni:
1. menunjuk jubir/humas, dan
2. menjadikan ANTARA sebagai "corong" dari jubir/humas itu.
Ibarat "menembak" kerumunan buzzer dengan persenjataan yang lengkap dan pamungkas.

Dengan begitu, pemerintah bisa fokus melakukan pembangunan untuk kepentingan publik dan hanya sesekali saja melayani "chat" warganet di kerumunan medsos, sehingga negara tidak disibukkan lagi oleh celoteh warganet yang kadang merengek tanpa data dan sangat mungkin "dipakai" buzzer untuk kepentingan politis tertentu.

Apalagi, sejak menjadi BUMN pada 18 Juli 2007 melalui PP 40/2007 tentang ANTARA, maka ANTARA pun telah memiliki "senjata" yang sifatnya konvergensi dari teks/tulis, foto, video, infografis, hingga karangan khas/laporan khusus, yang hasilnya bisa menjadi "agenda setting" yang massif dan sangat efektif.

Ada setumpuk bukti yang mendukung efektivitas itu, misalnya:
a. ketika ANTARA dipercaya Pertamina (BUMN) dalam konversi minyak tanah ke gas (2011) yang kini diterima publik,
b. ketika antara dimintai bantuan PT Krakatau Steel yang terancam "dijual" oleh negara hingga akhirnya batal,
c. Lainnya: Bio Farma (polemik vaksin), PT Phapros, PT Inalum, dan sebagainya.
d. Juga agenda-agenda "media partner": SEA Games, Annual Meeting IMF-WB, dan sebagainya.

Tidak hanya itu, di Bali, "corong" ANTARA itu juga menemukan efektivitasnya ketika pada September 2017 tersiar kabar tentang Gunung Agung di Karangasem, Bali, meletus dan berdampak pada kelesuan sektor pariwisata pada titik terendah, padahal letusan atau erupsi masih "batuk" saja dalam radius yang juga sangat terbatas yakni 10 kilometer dari gunung itu.

Saat itu, peran ANTARA di Bali itu seperti digambarkan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang berusaha keras untuk tidak melakukan generalisasi wilayah terdampak, karena generalisasi itu terbukti berdampak negatif terhadap kondisi pariwisata.

"Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) anjlok hingga 1 juta orang dan potensi kehilangan devisa mencapai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp15 triliun) secara nasional," kata Arief dalam sosialisasi manajemen krisis kepariwisataan (MKK) daerah di Jakarta (9/9/2019).

Akhirnya, ANTARA mewawancarai berbagai pihak untuk menunjukkan status erupsi Gunung Agung itu sebatas radius 10 km dari Gunung Agung, bukan se-Bali, sekaligus memetakan daerah terdampak untuk menggambarkan dampak sesungguhnya yang tidak segawat yang dibayangkan.

Ya, ANTARA yang sejak awal berdirinya memiliki tugas utama melayani media massa melalui pasokan konten lewat fasilitas berbasis web (wire/brand-A) yang  bersifat konvergensi (tulis/teks, foto, video, infografis, features/lipsus) dan mengutamakan akurasi sebagai "key ANTARA" itu, kini menjalankan tugas lain yakni tugas negara dan tugas publik.

Jadi, tugas ANTARA kini ada 3 tugas, yakni:.
1. tugas utama (pasok konten untuk media massa : layanan Brand-A/wire dan ANTARA Eye)
    -- 11 media massa se-Bali dengan potensi kutipan 18-20 persen/hari/media
    -- jejaring (kutip): 34 provinsi, sinergi kantor berita asing, dan 9 perwakilan di luar negeri
2. tugas negara (branding negara/daerah dan "bela" negara/daerah/counter hoax-buzzer),
3. tugas publik (layanan edukasi/sosial dan "bela" publik/counter issue)

Untuk Tugas Negara itulah, ANTARA sebagai kantor berita memosisikan diri sebagai "corong" bagi negara/daerah dalam dua kepentingan yakni:
1. branding potensi negara/daerah, dan
2."bela" negara/daerah dari hoax/buzzer (counter issue).
Caranya bisa dengan:
a. portal (konvergensi : bali.antaranews.com ~ www.antaranews.com ~ www.antarafoto.com)
b. koran digital,
c. medsos ( https://twitter.com/antaranews_bali ~ https://www.facebook.com/antaranewsbali ~ https://www.instagram.com/antaranews_bali )
d. media luar ruang (i-Media/videotron = PT IMQ Multimedia Utama), dan
e. IMCS (konsultan komunikasi lembaga krisis).

Jadi, Tugas Negara bagi ANTARA adalah Branding Potensi dan "Bela" Negara/Daerah/Publik, yang sifatnya sinergi/imbal siar dengan pemkab/pemkot se-Bali (10 institusi) dan juga dengan universitas, swasta/BUMN, dan masyarakat/LSM (9-10 institusi). Itu dilakukan dalam "sinergi" dengan portal (kunci sinergi portal adalah viewer, konvergensi, early news, medsos, rubrik khas), sedangkan sinergi dalam bentuk "koran digital" (koran yang 'ditempelkan' di portal) masih dilakukan dengan 3 institusi (Badung, Pemprov, Denpasar) dan 1 rintisan dengan Pemkab Bangli. Khusus i-Media/videotron sudah dilakukan "sinergi" dengan 5 institusi (Gianyar, Buleleng, Jembrana, Bangli, Pemprov). Untuk IMCS adalah mirip sinergi ANTARA-Pertamina dalam konversi migas atau "agenda setting" ANTARA Bali dalam "membela" Bali terkait pemberitaan erupsi Gunung Agung, dan semacam itu.

Untuk Tugas Publik yang sifatnya non-media pun, ANTARA sudah terbukti cukup lama mengedukasi publik melalui serangkaian kegiatan:
a. pelatihan jurnalistik (Jurnalisme Indonesia: 3E+1N = mendidik, mencerahkan, memberdayakan, memperkuat republik),
b. pameran fotografi jurnalistik (nyata-maya),
    -- pameran fotografi jurnalistik di ANTARA Bali berlangsung tahunan sejak 2017
    -- tema pameran (tetap) yakni "Rwa Bhineda" (2 realitas bertolak belakang tapi melengkapi)
    -- Tahun 2019, tiga fotografer pamerkan 40 foto (38 foto tunggal dan 2 foto story).
c. kiprah sosial/edukatif,
    -- seperti Media Visit, Lomba Esai, Media Partner, Magang, buku/katalog, video profil, dan "Tjatranata Dharma" (Award dan Museum/Pustaka,program Biro Bali)
    -- Tugas Publik ini bisa juga merupakan "Tugas Negara" yang didedikasikan negara untuk publik

Walhasil, ANTARA yang memiliki peran kesejarahan yang sangat nasionalis dan juga didukung "success story" saat membantu negara (pemerintah/masyarakat/BUMN/swasta) itu agaknya tak perlu diragukan lagi untuk didorong menjadi "corong" negara/daerah lebih kontributif lagi. Semoga, LKBN ANTARA yang merayakan HUT Ke-82 pada 13 Desember 2019 tetap teguh pada agenda "Dari ANTARA Untuk Bangsa/Negara"...

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019