RSUP Sanglah Denpasar, menerapkan program "CERDIK" dari Kementerian Kesehatan sebagai tindakan pencegahan dari munculnya penyakit, sedangkan Rumah Sakit "Kasih Ibu" Bali menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mengimplementasikan sistem Intellispace Critical Care dan Anesthesia (ICCA) dan Philips Interllivue Guardian Software (IGS) yang diproduksi oleh Philips.

"Program CERDIK itu sederhana sekali untuk diterapkan, jadi CERDIK itu punya kepanjangan, C artinya Cek Kesehatan secara berkala tentunya karena kita kalau sudah beraktivitas itu kan lupa kalau di dalam tubuh kita ada proses-proses yang tentunya mengarah kepada hal-hal yang nilainya kurang normal dengan cepat kita koreksi ataupun perbaiki hasilnya," kata Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar, I Wayan Sudana, di Sanglah, Denpasar, Kamis.

Setelah C yang artinya "cek kesehatan", ada E yaitu "enyahkan asap rokok" dari kehidupan karena mengandung banyak racun dan nikotin yang tidak baik untuk kesehatan tubuh, terutama kandungan - kandungan yang ada pada rokok serta pengaruhnya bagi perokok aktif dan perokok pasif, tetap harus dihindari.

Selanjutnya ada R artinya "rajin melakukan aktivitas fisik", seperti pemanasan, olahraga, dan tentunya rutin melakukan pergerakan ringan bagi tubuh.
"Seperti yang kita ketahui, penyakit stroke adalah pembunuh nomer dua setelah penyakit jantung, dengan gerakan ringan seperti senam vitalisasi otak, atau olahraga lainnya yang disukai atau sudah rutin dilakoni, harus tetap dilanjutkan," jelasnya.

Setelah itu, ada D artinya "diet yang sehat dan tidak terlalu banyak mengonsumsi junk food atau makanan cepat saji", karena ini kedepannya tentu tidak baik untuk kesehatan. "Apalagi kita usia sudah semakin bertambah tentunya bagaimana diet ini mengarah ke sehat gizi yang seimbang dan kecuali penanganan bagi yang memiliki penyakit tertentu yang pernah diderita ya tentu berbeda, ada aturan dan takarannya," katanya.

Setelah D, ada I yang artinya "istirahat yang cukup". Menurutnya, istirahat merupakan hal sederhana yang kerap dikesampingkan karena aktivitas, namun istirahat yang cukup dan seimbang sangatlah penting manfaatnya bagi tubuh.

Sedangkan yang terakhir ada K, yang artinya "kelola stres" yang mana bisa mengatur, mengendalikan kondisi emosi dan sumber lainnya yang dapat berpotensi menimbulkan stres. "Sebenarnya yang penting bagaimana kita bisa mengelola stress sama seperti nafsu ya kita manusia kan semua punya nafsu, tapi jangan terlalu berlebihan sehingga semua terkendali dengan baik saya kira dengan cara itu cukup besar kontribusi untuk mencegah penyakit stroke, termasuk jantung," ucap dr. I Wayan Sudana.

Selain itu, bagi pasien dengan penyakit Stroke akan mendapatkan pelayanan lebih lanjut seperti fisioterapi. Jika lambat ditangani, meskipun sembuh tetapi akan meninggalkan kecacatan.

"Peran kita bagaimana mengajak Pasien itu kita selaku keluarga untuk mengikuti saran - saran dari Rumah Sakit, tetap memberikan dukungan, semangat yang tentunya hal itu baik pengaruhnya bagi psikologi dari pasien," ucapnya.

ICCA-IGS dari Philips
Sebelumnya (30/10), Rumah Sakit "Kasih Ibu" Provinsi Bali, yang tergabung dalam "Kasih Ibu Hospital Group", menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mengimplementasikan sistem Intellispace Critical Care dan Anesthesia (ICCA) dan Philips Interllivue Guardian Software (IGS) yang diproduksi oleh Philips.

"Sistem tersebut merupakan bagian dari solusi perawatan terkoneksi Phillips guna memastikan kelancaran perawatan dan alur informasi yang lebih tepat waktu antara pasien dan tenaga profesional kesehatan sebagai pihak yang menyediakan perawatan," ujar Presiden Direktur Philips Indonesia, Pim Preesman, di Jimbaran, Badung, Bali.

Ia mengatakan, alur kerja penanganan pasien pada ICU berjalan cukup rumit dan harus melalui berbagai tahapan seperti, pendaftaran pasien, rutinitas perawatan sehari-hari yang selama ini pencatatannya dilakukan secara manual (paper based).

Alur kerja yang rumit tersebut membutuhkan upaya besar dari seluruh tim medis yang terlibat. Diperkirakan ada sekitar 178 proses yang dilakukan di ICU setiap harinya. Menurutnya, dari jumlah tersebut, sekitar 1,7 di antaranya mengalami kesalahan. Padahal, pengambilan keputusan oleh tenaga medis terkait kondisi pasien meskipun sulit namun harus dilakukan secara cepat.

Oleh karena itu, Pim Preesman mengatakan, digitalisasi layanan kesehatan khususnya di rumah sakit yang merawat pasien gawat darurat merupakan kebutuhan yang mendesak sejalan dengan upaya rumah sakit dalam memenuhi peningkatan permintaan layanan kesehatan tanpa mengorbankan kualitas perawatan dan keselamatan pasien.

"Dengan menggunakan sistem ini, tingkat kesalahannya dari proses di ICU dari mulai input data sampai proses analisis dari data tersebut, dapat kami simpulkan bisa mengurangi kesalahan hingga 100 persen karena terjadinya otomatisasi proses data," katanya.

Ia menjelaskan, Intellispace Critical Care dan Anesthesia (ICCA) merupakan sistem pendukung pengambilan keputusan dan medis terdepan dari solusi dokumentasi otomatis yang menyediakan analitik , manajemen perawatan dan pelaporan terintegrasi sepanjang siklus perawatan di ICU.

"Sistem ini memusatkan dan menyusun data pasien termasuk dokumen admisi rumah sakit, tanda-tanda vital pasien, hasil pemeriksaan lab dan data konsultasi yang membantu menjadikan data pasien menjadi input tindakan medis yang juga memungkinkan konektivitas antara alat-alat medis di ICU," ujar Pim Preesman.

Sedangkan untuk penggunaan Interllivue Guardian Software, sistem peringatan awal dan sistem alur kerja klinis dari Philips memungkinkan dokter menerima informasi untuk membantu mengidentifikasi tanda peringatan yang samar pada penurunan kondisi fisik pasien sehingga dapat dilakukan intervensi medis secara tepat.

"Kami bersemangat dalam mengimplementasikan sistem ini di Rumah Sakit yang lain karena sistem ini akan meningkatkan perawatan dan keamanan untuk pasien. Kami akan melihat dan membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan rumah sakit yang lain," katanya.

Sementara itu, Presiden Direktur "Kasih Ibu Hospital Group" Krishnawenda Duarsa mengatakan, pihaknya sudah sekitar satu tahun menggunakan sistem tersebut. Ia berasumsi, 20 persen waktu dalam penanganan pasien yang sebelumnya dialokasikan ke paper work atau secara manual dapat dialokasikan ke proses lainnya.

"Efisiensinya terlihat dari itu, sistem ini mampu mengurangi biaya juga karena biasanya suatu pekerjaan dari tim ICU yang sebelumnya dilakukan oleh tim lain, saat ini bisa dilakukan sendiri oleh tim ICU karena sudah memiliki waktu, katanya.

Ia menambahkan, butuh bantuan teknologi agar seluruh pasien bisa mendapatkan perawatan yang sama khususnya dalam pemantauan kondisi kritis dari suatu pasien.

"Dengan teknologi ini sangat banyak membantu. Dokter kami merasakan berbagai kemudahannya. Dulu pekerjaannya dokter ada yang dilakukan secara manual (paper base), ada dokter yang mencatat. Sekarang sudah digital, semua serba jelas dan apa yang harus dilakukan tenaga medis dapat dilakukan secara tepat," kata Krishnawenda Duarsa.

Pewarta: Ayu Khania Pranishita/Naufal Fikri Yusuf

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019