"Dari ulama untuk Indonesia" adalah moto Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Ida Fauziah yang politikus PKB agaknya memiliki motto yang mirip yakni dari pesantren untuk (kabinet) Indonesia guna membantu pemerintahan era kedua dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada 2019-2024.
Ya, Ida Fauziah adalah santri perempuan (santriwati) yang menempuh pendidikan menengah di Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
Pada pesantren itulah, politikus kelahiran Mojokerto, Jawa Timur pada 16 Juli 1969 itu menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di lingkungan pesantren itu hingga lulus pada 1989, bahkan ia sempat menjadi guru di MAPK Jombang (1994-1999).
Sejak di pesanten itu, jiwa kepemimpinannya sudah tertempa dengan mengikuti berbagai kegiatan di pesantren itu, termasuk aktivitas keorganisasian di pesantren itu.
Pada 1993, ia menempuh pendidikan S-1 di Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya dan saat itulah ia mulai aktif di ormas IPPNU (Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama) di Kabupaten Mojokerto.
Setelah memimpin IPPNU di Kabupaten Mojokerto pada era tahun 1990-an itu, ia pun dipercaya memimpin IPPNU di tingkat provinsi sebagai Ketua IPPNU Jawa Timur periode 1997-2000, sambil menjadi guru di SMA Khadijah Surabaya (1997-1999).
Di tingkat provinsi itu, santriwati yang konsisten dalam program perkaderan di organisasi itu tidak hanya berhenti di tingkat ormas, melainkan ia juga mulai aktif pada organisasi politik yakni PKB.
Akhirnya, ia pun melenggang ke Gedung DPR di Senayan, Jakarta, sebagai legislator mewakili Jawa Timur untuk daerah Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Madiun, dan Mojokerto, sejak 1999 hingga 2018.
Ia ditugaskan sebagai ketua Komisi VIII DPR yang menangani Departemen Agama, Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia dan Zakat.
Di Senayan, Ida yang juga menjadi ketua PPKB (Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa) pada 2002-2007 itu pun menjadi pendiri dan Ketua Kaukus Perempuan Parlemen.
Namun, ia juga tetap berkomitmen pada organisasi di lingkungan NU hingga dipercaya menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat NU sejak tahun 2010 hingga sekarang, sekaligus menjadi salah satu pengurus PP Muslimat NU yang dipimpin Khofifah Indar Parawansa, yang kini menjadi gubernur Jawa Timur.
Selepas menjadi anggota DPR, PKB mendaulat dia maju bersama Sudirman Said pada Pilkada Jawa Tengah 2018, sebagai calon wakil gubernur, kendati akhirnya kalah juga.
Namun, kekalahan itu bukan berarti selesai, karena Ida yang sempat menjadi Ketua SC Muktamar PKB di Bali pada 19-21 Agustus 2019 itu akhirnya menjadi Wakil Ketua Umum DPP PKB (Bidang Kesra dan Perekonomian) periode 2019-2024.
Bahkan, kepercayaan itu berlanjut hingga dirinya "dipanggil" ke Istana Kepresidenan, 22 Oktober 2019. Ida mengaku diajukan oleh Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, mewakili partai tersebut untuk berpartisipasi membantu Presiden Jokowi.
"Saya diminta oleh Pak Jokowi untuk membantu beliau," kata Ida setelah pertemuan dengan Presiden Jokowi.
Ida mengaku Jokowi memintanya untuk membenahi sektor ketenagakerjaan. Dalam diskusinya bersama Presiden telah membahas tentang penciptaan lapangan kerja hingga implementasi Kartu Kerja.
Masalah ketenagakerjaan
Agaknya, Ida perlu banyak belajar kepada rekannya yang sama-sama dari PKB dan menjabat Menteri Ketenagakerjaan sebelumnya.
Dalam wawancara dengan ANTARA di halaman Istana Negara, Jakarta (18/10), Menteri Ketenagakerjaan sebelumnya yakni Hanif Dhakiri membeberkan tiga kunci program pembangunan SDM yang akan digalakkan pemerintah ke depan.
"Intinya bagaimana kita memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, atau sesuai dengan kebutuhan untuk mendorong wirausaha. Itu kunci pertama," kata Hanif yang juga politikus PKB itu.
Menurut Hanif yang ingin mengajar purna menjabat menteri, kunci kedua adalah meningkatkan kuantitas SDM yang berkualitas di berbagai bidang untuk menggerakkan ekonomi.
Selain itu, Hanif menyebut kunci ketiga adalah sumber daya manusia yang telah terbangun itu harus tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau sekarang kita melihat kepada gap antara satu daerah dengan yang lain. Mungkin di Jakarta banyak, tapi di daerah yang lain mungkin bisa kekurangan malah," ujar dia.
Ia mengatakan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM akan menjadi daya saing Indonesia di kancah global. "Karena dengan begitu berarti produktivitas akan naik," kata dia.
Selain itu, Hanif juga menjelaskan tantangan di sektor ketenagakerjaan Indonesia, yakni ekosistem ketenagakerjaan yang harus lebih fleksibel.
Ekosistem yang fleksibel itu, kata dia, mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak dan berkualitas, lalu pembangunan SDM, baik skilling, upskilling, maupun reskilling, perlu digenjot untuk memastikan kualitas SDM yang baik dan jumlah SDM yang memadai.
"Para siswa atau perwakilan yang dikirim ke luar negeri seringkali mendapat medali di kompetisi internasional, tapi kualitas ini hanya dimiliki sebagian kelompok, karena 58 persen kelompok kerja di Tanah Air hanya mengenyam pendidikan hingga SD atau SMP," katanya.
Selain itu, jumlah tenaga kerja Indonesia yang punya keahlian dan dibutuhkan dunia industri masih kecil. "Investor alami kesulitan di daerah, butuh tukang las 100 orang saja susahnya setengah mati. Di Morowali nyari 2000 sopir truk, cuma 8 orang padahal syaratnya cuma SIM B2," katanya.
Yang tak kalah penting adalah pemerintah daerah juga berperan, diantaranya memberikan pelatihan untuk kelompok pekerja miskin guna meningkatkan kemampuan (upskilling), memberi pelatihan bagi lulusan SMK atau vokasi dan lainnya. "Anggaran pusat terbatas, karena itu daerah harus berperan dalam investasi SDM," katanya.
Tentu, semua itu akan menjadi tantangan bagi Ida. Yang jelas, Ida Fauziyah adalah sosok perempun dan santri yang tentu tersirat harapan untuk "pendekatan" baru dalam ketenagakerjaan kedepan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Ya, Ida Fauziah adalah santri perempuan (santriwati) yang menempuh pendidikan menengah di Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
Pada pesantren itulah, politikus kelahiran Mojokerto, Jawa Timur pada 16 Juli 1969 itu menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di lingkungan pesantren itu hingga lulus pada 1989, bahkan ia sempat menjadi guru di MAPK Jombang (1994-1999).
Sejak di pesanten itu, jiwa kepemimpinannya sudah tertempa dengan mengikuti berbagai kegiatan di pesantren itu, termasuk aktivitas keorganisasian di pesantren itu.
Pada 1993, ia menempuh pendidikan S-1 di Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya dan saat itulah ia mulai aktif di ormas IPPNU (Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama) di Kabupaten Mojokerto.
Setelah memimpin IPPNU di Kabupaten Mojokerto pada era tahun 1990-an itu, ia pun dipercaya memimpin IPPNU di tingkat provinsi sebagai Ketua IPPNU Jawa Timur periode 1997-2000, sambil menjadi guru di SMA Khadijah Surabaya (1997-1999).
Di tingkat provinsi itu, santriwati yang konsisten dalam program perkaderan di organisasi itu tidak hanya berhenti di tingkat ormas, melainkan ia juga mulai aktif pada organisasi politik yakni PKB.
Akhirnya, ia pun melenggang ke Gedung DPR di Senayan, Jakarta, sebagai legislator mewakili Jawa Timur untuk daerah Jombang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk, Madiun, dan Mojokerto, sejak 1999 hingga 2018.
Ia ditugaskan sebagai ketua Komisi VIII DPR yang menangani Departemen Agama, Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia dan Zakat.
Di Senayan, Ida yang juga menjadi ketua PPKB (Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa) pada 2002-2007 itu pun menjadi pendiri dan Ketua Kaukus Perempuan Parlemen.
Namun, ia juga tetap berkomitmen pada organisasi di lingkungan NU hingga dipercaya menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat NU sejak tahun 2010 hingga sekarang, sekaligus menjadi salah satu pengurus PP Muslimat NU yang dipimpin Khofifah Indar Parawansa, yang kini menjadi gubernur Jawa Timur.
Selepas menjadi anggota DPR, PKB mendaulat dia maju bersama Sudirman Said pada Pilkada Jawa Tengah 2018, sebagai calon wakil gubernur, kendati akhirnya kalah juga.
Namun, kekalahan itu bukan berarti selesai, karena Ida yang sempat menjadi Ketua SC Muktamar PKB di Bali pada 19-21 Agustus 2019 itu akhirnya menjadi Wakil Ketua Umum DPP PKB (Bidang Kesra dan Perekonomian) periode 2019-2024.
Bahkan, kepercayaan itu berlanjut hingga dirinya "dipanggil" ke Istana Kepresidenan, 22 Oktober 2019. Ida mengaku diajukan oleh Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, mewakili partai tersebut untuk berpartisipasi membantu Presiden Jokowi.
"Saya diminta oleh Pak Jokowi untuk membantu beliau," kata Ida setelah pertemuan dengan Presiden Jokowi.
Ida mengaku Jokowi memintanya untuk membenahi sektor ketenagakerjaan. Dalam diskusinya bersama Presiden telah membahas tentang penciptaan lapangan kerja hingga implementasi Kartu Kerja.
Masalah ketenagakerjaan
Agaknya, Ida perlu banyak belajar kepada rekannya yang sama-sama dari PKB dan menjabat Menteri Ketenagakerjaan sebelumnya.
Dalam wawancara dengan ANTARA di halaman Istana Negara, Jakarta (18/10), Menteri Ketenagakerjaan sebelumnya yakni Hanif Dhakiri membeberkan tiga kunci program pembangunan SDM yang akan digalakkan pemerintah ke depan.
"Intinya bagaimana kita memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, atau sesuai dengan kebutuhan untuk mendorong wirausaha. Itu kunci pertama," kata Hanif yang juga politikus PKB itu.
Menurut Hanif yang ingin mengajar purna menjabat menteri, kunci kedua adalah meningkatkan kuantitas SDM yang berkualitas di berbagai bidang untuk menggerakkan ekonomi.
Selain itu, Hanif menyebut kunci ketiga adalah sumber daya manusia yang telah terbangun itu harus tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau sekarang kita melihat kepada gap antara satu daerah dengan yang lain. Mungkin di Jakarta banyak, tapi di daerah yang lain mungkin bisa kekurangan malah," ujar dia.
Ia mengatakan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM akan menjadi daya saing Indonesia di kancah global. "Karena dengan begitu berarti produktivitas akan naik," kata dia.
Selain itu, Hanif juga menjelaskan tantangan di sektor ketenagakerjaan Indonesia, yakni ekosistem ketenagakerjaan yang harus lebih fleksibel.
Ekosistem yang fleksibel itu, kata dia, mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak dan berkualitas, lalu pembangunan SDM, baik skilling, upskilling, maupun reskilling, perlu digenjot untuk memastikan kualitas SDM yang baik dan jumlah SDM yang memadai.
"Para siswa atau perwakilan yang dikirim ke luar negeri seringkali mendapat medali di kompetisi internasional, tapi kualitas ini hanya dimiliki sebagian kelompok, karena 58 persen kelompok kerja di Tanah Air hanya mengenyam pendidikan hingga SD atau SMP," katanya.
Selain itu, jumlah tenaga kerja Indonesia yang punya keahlian dan dibutuhkan dunia industri masih kecil. "Investor alami kesulitan di daerah, butuh tukang las 100 orang saja susahnya setengah mati. Di Morowali nyari 2000 sopir truk, cuma 8 orang padahal syaratnya cuma SIM B2," katanya.
Yang tak kalah penting adalah pemerintah daerah juga berperan, diantaranya memberikan pelatihan untuk kelompok pekerja miskin guna meningkatkan kemampuan (upskilling), memberi pelatihan bagi lulusan SMK atau vokasi dan lainnya. "Anggaran pusat terbatas, karena itu daerah harus berperan dalam investasi SDM," katanya.
Tentu, semua itu akan menjadi tantangan bagi Ida. Yang jelas, Ida Fauziyah adalah sosok perempun dan santri yang tentu tersirat harapan untuk "pendekatan" baru dalam ketenagakerjaan kedepan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019