Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menutup kegiatan Symposium on Critical Information Infrastructure Protection (CIIP-ID) Summit 2019 di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, dengan kesimpulan kesadaran keamanan siber (security awareness) yang tinggi di kalangan peserta.
"Secara keseluruhan menurut kami penyelenggaraan agenda ini sudah memenuhi target dan di luar ekspektasi," ujar Plt Deputi Bidang Proteksi BSSN sekaligus Ketua Panitia CIIP-ID Summit 2019, Agung Nugraha, di Mangupura, Mengwi, Kamis.
Selama dua hari pelaksanaan, simposium tersebut dihadiri oleh 400 peserta dari berbagai institusi dan lembaga seperti, pemerintah sebagai regulator, instansi pengawas dan pengatur sektor seperti sektor keuangan ada BI, OJK, sektor Perhubungan dan sektor Telekomunikasi.
Selain itu kegiatan juga diikuti para pelaku industri dan pelaku bisnis yang menjalankan infrastruktur kritikal nasional, akademisi, lembaga riset dan pengembangan serta sejumlah negara sahabat seperti, Rusia, AS, China, Uganda, Rumania, Jepang dan Australia.
Agung mengatakan, para peserta mengikuti serangkaian kegiatan seperti diskusi panel, technology showcase, CISO briefing dan cyberwar game.
"Itu semua full house dari awal sampai akhir. Dengan begitu artinya seluruh pemangku kepentingan sudah merasakan adanya suatu kebutuhan bagi mereka terkait keamanan siber," katanya.
Ia menambahkan, dari hal tersebut terlihat semua sudah memahami bahwa saat ini dunia semakin terkoneksi dan yang perlu dilakukan oleh BSSN adalah membuat regulasi.
"Regulasi tertinggi tentu saja RUU Keamanan dan Ketahanan Siber," kata Agung Nugraha.
Ia menambahkan, CIIP-ID Summit 2019 akan menjadi evaluasi dan masukan berharga bagi pelaksanaan kegiatan serupa pada tahun depan.
Dalam waktu dekat BSSN akan juga menindaklanjuti hasil simposium itu dengan table top exercise yaitu, semacam cyber exercise untuk top level management sehingga bisa mengambil keputusan cybersecurity di jajaran top level management.
"Jadi seluruh masukan, ide dan gagasan yang kami dapat dari CIIP-ID Summit 2019 akan kami bawa ke table top exercise," kata Agung.
Sementara itu, pakar IT dan ahli forensik digital, Ruby Alamsyah mengatakan, CIIP-ID Summit 2019 dapat mengidentifikasi mana saja Infrastruktur Informasi Kritis Nasional (IIKN) yang perlu menjadi dijaga sebagai prioritas oleh instansi pemerintah.
"Identifikasi akan menjadi panduan bagi regulasi untuk memberikan kepastian kepada multi stakeholder yang membutuhkan jalan hukum yang jelas sehingga dapat menjalankan pengamanan dan ketahanan siber dengan optimal," katanya.
Menurutnya, setelah melakukan identifikasi infrastruktur kritis yang perlu dijaga. Tahap selanjutnya adalah memerlukan regulasi yang jelas berupa Undang-undang sehingga memberikan kepastian kepada pihak multistakeholder yang membutuhkan jalan hukum yang jelas.
"Sehingga nantinya pihak-pihak multistakeholder dapat menjalankan pengamanan dan ketahanan dengan optimal,"katanya.
Untuk menyerap aspirasi dari pemangku kepentingan dan pelaku industri, ia juga mendorong penyempurnaan Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) dengan membuka forum dialog.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Secara keseluruhan menurut kami penyelenggaraan agenda ini sudah memenuhi target dan di luar ekspektasi," ujar Plt Deputi Bidang Proteksi BSSN sekaligus Ketua Panitia CIIP-ID Summit 2019, Agung Nugraha, di Mangupura, Mengwi, Kamis.
Selama dua hari pelaksanaan, simposium tersebut dihadiri oleh 400 peserta dari berbagai institusi dan lembaga seperti, pemerintah sebagai regulator, instansi pengawas dan pengatur sektor seperti sektor keuangan ada BI, OJK, sektor Perhubungan dan sektor Telekomunikasi.
Selain itu kegiatan juga diikuti para pelaku industri dan pelaku bisnis yang menjalankan infrastruktur kritikal nasional, akademisi, lembaga riset dan pengembangan serta sejumlah negara sahabat seperti, Rusia, AS, China, Uganda, Rumania, Jepang dan Australia.
Agung mengatakan, para peserta mengikuti serangkaian kegiatan seperti diskusi panel, technology showcase, CISO briefing dan cyberwar game.
"Itu semua full house dari awal sampai akhir. Dengan begitu artinya seluruh pemangku kepentingan sudah merasakan adanya suatu kebutuhan bagi mereka terkait keamanan siber," katanya.
Ia menambahkan, dari hal tersebut terlihat semua sudah memahami bahwa saat ini dunia semakin terkoneksi dan yang perlu dilakukan oleh BSSN adalah membuat regulasi.
"Regulasi tertinggi tentu saja RUU Keamanan dan Ketahanan Siber," kata Agung Nugraha.
Ia menambahkan, CIIP-ID Summit 2019 akan menjadi evaluasi dan masukan berharga bagi pelaksanaan kegiatan serupa pada tahun depan.
Dalam waktu dekat BSSN akan juga menindaklanjuti hasil simposium itu dengan table top exercise yaitu, semacam cyber exercise untuk top level management sehingga bisa mengambil keputusan cybersecurity di jajaran top level management.
"Jadi seluruh masukan, ide dan gagasan yang kami dapat dari CIIP-ID Summit 2019 akan kami bawa ke table top exercise," kata Agung.
Sementara itu, pakar IT dan ahli forensik digital, Ruby Alamsyah mengatakan, CIIP-ID Summit 2019 dapat mengidentifikasi mana saja Infrastruktur Informasi Kritis Nasional (IIKN) yang perlu menjadi dijaga sebagai prioritas oleh instansi pemerintah.
"Identifikasi akan menjadi panduan bagi regulasi untuk memberikan kepastian kepada multi stakeholder yang membutuhkan jalan hukum yang jelas sehingga dapat menjalankan pengamanan dan ketahanan siber dengan optimal," katanya.
Menurutnya, setelah melakukan identifikasi infrastruktur kritis yang perlu dijaga. Tahap selanjutnya adalah memerlukan regulasi yang jelas berupa Undang-undang sehingga memberikan kepastian kepada pihak multistakeholder yang membutuhkan jalan hukum yang jelas.
"Sehingga nantinya pihak-pihak multistakeholder dapat menjalankan pengamanan dan ketahanan dengan optimal,"katanya.
Untuk menyerap aspirasi dari pemangku kepentingan dan pelaku industri, ia juga mendorong penyempurnaan Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) dengan membuka forum dialog.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019