Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali beserta sejumlah rektor perguruan tinggi negeri dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan kabupaten/kota se-Bali menandatangani deklarasi bersama untuk penerimaaan mahasiswa dan siswa baru tahun 2019 yang bebas maladministrasi.

"Melalui deklarasi ini untuk memastikan para rektor dan para Kadis Pendidikan se-Bali punya kemauan bersama untuk menciptakan penerimaan mahasiswa baru maupun penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang kredibel dan bebas maladministrasi," kata Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhatab, di Denpasar, Selasa.

Dengan telah menandatangani deklarasi tersebut, lanjut Umar, diharapkan ada semacam ikatan batin bahwa mereka (rektor PTN dan Kadis Pendidikan) tidak melanggar proses-proses yang sudah ditentukan dalam penerimaan mahasiswa maupun peserta didik baru.

Menurut Umar, tidak bisa dipungkiri selama ini masih saja ada oknum-oknum yang berusaha merusak  penerimaan mahasiswa maupun siswa baru yang sistemnya sudah dibangun transparan. 

Bahkan masih ada temuan siswa "titipan" untuk di sejumlah sekolah favorit yang berbekal surat sakti dari para pejabat daerah. Akibatnya, terjadi pembengkakan jumlah siswa untuk sekolah-sekolah tertentu karena dipaksakan masuk melebihi kuota yang tersedia di sekolah tersebut.

"Oleh karena itu, kami minta komitmennya supaya tahun ini tidak ada lagi pembengkakan karena siswa titipan. Untuk Pemerintah Provinsi Bali juga kami harapkan tidak lagi membuka gelombang kedua penerimaan siswa baru seperti tahun lalu yang mengakibatkan banyak sekolah swasta harus kehilangan siswanya karena 'lari' ke sekolah negeri," ucapnya.

Adapun Rektor yang menandatangani deklarasi tersebut yakni Rektor IHDN Denpasar Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, dan Rektor Undiksha Dr I Nyoman Jampel.

Dalam kesempatan itu, Umar menyayangkan ketidakhadiran rektor maupun perwakilan dari Universitas Udayana. Bahkan tidak ada pemberitahuan alasan ketidakhadiran dari perwakilan kampus negeri terbesar di Bali itu.

"Artinya kita bisa mempertanyakan komitmen Universitas Udayana terhadap proses penerimaan mahasiswa baru ini, apakah mereka punya komitmen atau tidak? Publik juga bisa membaca dari ketidakhadiran itu. Kalau tidak hadir, kita bisa asumsikan Udayana tidak punya komitmen kuat untuk menciptakan proses penerimaan mahasiswa baru yang bersih," kata Umar.

Dengan ketidakhadiran Rektor Universitas Udayana maupun perwakilannya dalam kesempatan tersebut, lanjut dia, nantinya juga menjadi fokus pengawasan Ombudsman terkait penerimaan mahasiswa baru. "Udayana ini sangat krusial, banyak fakultas favorit ada di sana," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa menjamin dalam PPDB SMA/SMK negeri tahun pelajaran 2019/2020 tidak akan ada "surat sakti" maupun titipan, dan semua proses penerimaan mengacu pada Permendikbud No 51 Tahun 2018.

Boy menambahkan, mengacu pada Permendikbud tersebut sudah diatur sistemnya sedemikian rupa untuk menjamin adanya transparansi dan bebas siswa titipan. Apalagi pihak Dinas Pendidikan juga telah membuka posko informasi bagi para orang tua maupun siswa yang ingin membutuhkan informasi seputar penerimaan siswa melalui sistem "online".

Terkait dengan penerimaan siswa yang 90 persen melalui jalur zonasi, menurut dia, nantinya tidak akan ada lagi sekolah yang "kastanya" dipandang lebih tinggi atau sekolah favorit, sehingga terjadi pemerataan kualitas pendidikan. Demikian juga guru-guru berprestasi akan ada penyegaran atau perpindahan berbasis zonasi.

"Dengan demikian nantinya akan dapat diketahui pulan terkait dengan sekolah-sekolah yang menjadi favorit itu dominan karena peran gurunya ataukah memang kualitas dari para siswa yang menempuh pendidikan di sana," ucapnya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019