Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) dan National Agriculture Quarantine and Inspection Authority, Papua Nugini, mengadakan pertemuan untuk memperkuat kerja sama meningkatkan akses pasar untuk komoditas pertanian.
"Pertemuan pertama Kelompok Kerja Teknis Indonesia dan Papua Nugini ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Kesehatan Hewan, Tumbuhan dan Keamanan Pangan yang telah ditandatangani di Bali pada 18 April 2018," ujar Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil, di Badung, Bali, Senin.
Ia mengatakan, dalam nota kesepahaman itu juga menyepakati diadakannya pertemuan kelompok kerja teknis sebagai forum untuk memperkuat kerja sama di bidang karantina pertanian dalam rangka mendukung dan memfasilitasi perdagangan komoditas pertanian antara dua negara.
"Ini merupakan momentum penting karena merupakan bagian dari konsistensi kedua negara sebagai ajang penguatan kerja sama dalam mendorong kapasitas ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Papua Nugini dengan mengikuti ruang lingkup kerja sama yang telah disepakati," katanya.
Ali Jamil menjelaskan, kesepakatan tersebut diantaranya adalah, penerapan kesehatan hewan, tumbuhan, ikan dan keamanan pangan dalam mempromosikan produk pertanian, harmonisasi aturan dan rekomendasi berdasarkan perjanjian World Trade Organization (WTO) tentang Penerapan tindakan Sanitary and Phytosanitary (SPS Measures).
“Peluang pasar ekspor pertanian Indonesia ke Papua Nugini harus dimanfaatkan dengan meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia di pasar internasional," ujarnya
Menurutnya, salah satu hal penting dalam ekspor produk pertanian adalah perjanjian SPS sebagai langkah dan tindakan untuk melindungi manusia, hewan, dan tumbuhan dari penyakit, hama, atau kontaminan lain.
Terkait ekspor komoditas, Ali Jamil mengatakan, sesuai dengan arahan Menteri Pertanian untuk terus menggenjot ekspor komoditas pertanian, maka Papua Nugini sebagai salah satu negara di kawasan pasifik yang berbatasan langsung dengan Indonesia di Papua merupakan pasar potensial.
"Papua Nugini potensial bagi komoditas pertanian Indonesia dan ini harus dipertahankan dan ditingkatkan akses pasarnya ke negara kawasan pasifik lainnya," ujarnya.
Kepala Pusat Kepatuhan, Kerja Sama dan Informasi Perkarantinaan, Sujarwanto menjelaskan, berdasarkan data otomasi perkarantinaan IQFAST Badan Karantina Pertanian, selama dua tahun terakhir, komoditas pertanian yang diekspor ke Papua Nugini terdiri dari tepung terigu, tembakau, tepung gandum, minyak sawit, kelapa parut, manggis, bibit kaktus, bibit jati, bibit kaktus, kayu lapis, hasil olahan susu, daging ayam olahan, chicken nugget, daging unggas olahan, daging sapi olahan, dan susu sapi.
"Pada pertemuan ini, pihak Indonesia melakukan negosiasi peningkatan akses pasar lagi dengan mengajukan produk ekspor berupa bawang merah, nenas, minyak kelapa, minyak kedele, kentang, jagung manis, sayuran, teh, kopi, coklat dan bunga potong," katanya.
Selain membahas mengenai kerja sama perdagangan komoditas pertanian, pertemuan iyu juga membahas agenda terkait joint surveilance, joint inspection, joint risk assesment untuk penyakit tertentu antar kedua negara.
Penanganan komoditas yang dilalulintaskan secara tradisional melalui perbatasan, pemantauan penyakit, deteksi dini penyakit serta peningkatan kapasitas (capacity building) bagi petugas karantina Papua Nugini, khususnya dalam hal karantina dan biosekuriti.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Pertemuan pertama Kelompok Kerja Teknis Indonesia dan Papua Nugini ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman Kesehatan Hewan, Tumbuhan dan Keamanan Pangan yang telah ditandatangani di Bali pada 18 April 2018," ujar Kepala Badan Karantina Pertanian, Ali Jamil, di Badung, Bali, Senin.
Ia mengatakan, dalam nota kesepahaman itu juga menyepakati diadakannya pertemuan kelompok kerja teknis sebagai forum untuk memperkuat kerja sama di bidang karantina pertanian dalam rangka mendukung dan memfasilitasi perdagangan komoditas pertanian antara dua negara.
"Ini merupakan momentum penting karena merupakan bagian dari konsistensi kedua negara sebagai ajang penguatan kerja sama dalam mendorong kapasitas ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Papua Nugini dengan mengikuti ruang lingkup kerja sama yang telah disepakati," katanya.
Ali Jamil menjelaskan, kesepakatan tersebut diantaranya adalah, penerapan kesehatan hewan, tumbuhan, ikan dan keamanan pangan dalam mempromosikan produk pertanian, harmonisasi aturan dan rekomendasi berdasarkan perjanjian World Trade Organization (WTO) tentang Penerapan tindakan Sanitary and Phytosanitary (SPS Measures).
“Peluang pasar ekspor pertanian Indonesia ke Papua Nugini harus dimanfaatkan dengan meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia di pasar internasional," ujarnya
Menurutnya, salah satu hal penting dalam ekspor produk pertanian adalah perjanjian SPS sebagai langkah dan tindakan untuk melindungi manusia, hewan, dan tumbuhan dari penyakit, hama, atau kontaminan lain.
Terkait ekspor komoditas, Ali Jamil mengatakan, sesuai dengan arahan Menteri Pertanian untuk terus menggenjot ekspor komoditas pertanian, maka Papua Nugini sebagai salah satu negara di kawasan pasifik yang berbatasan langsung dengan Indonesia di Papua merupakan pasar potensial.
"Papua Nugini potensial bagi komoditas pertanian Indonesia dan ini harus dipertahankan dan ditingkatkan akses pasarnya ke negara kawasan pasifik lainnya," ujarnya.
Kepala Pusat Kepatuhan, Kerja Sama dan Informasi Perkarantinaan, Sujarwanto menjelaskan, berdasarkan data otomasi perkarantinaan IQFAST Badan Karantina Pertanian, selama dua tahun terakhir, komoditas pertanian yang diekspor ke Papua Nugini terdiri dari tepung terigu, tembakau, tepung gandum, minyak sawit, kelapa parut, manggis, bibit kaktus, bibit jati, bibit kaktus, kayu lapis, hasil olahan susu, daging ayam olahan, chicken nugget, daging unggas olahan, daging sapi olahan, dan susu sapi.
"Pada pertemuan ini, pihak Indonesia melakukan negosiasi peningkatan akses pasar lagi dengan mengajukan produk ekspor berupa bawang merah, nenas, minyak kelapa, minyak kedele, kentang, jagung manis, sayuran, teh, kopi, coklat dan bunga potong," katanya.
Selain membahas mengenai kerja sama perdagangan komoditas pertanian, pertemuan iyu juga membahas agenda terkait joint surveilance, joint inspection, joint risk assesment untuk penyakit tertentu antar kedua negara.
Penanganan komoditas yang dilalulintaskan secara tradisional melalui perbatasan, pemantauan penyakit, deteksi dini penyakit serta peningkatan kapasitas (capacity building) bagi petugas karantina Papua Nugini, khususnya dalam hal karantina dan biosekuriti.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019