Kepala Kepolisian Resor Kota Sidoarjo Jawa Timur Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho mengatakan jika saat ini polisi jadi "bamper" terakhir untuk penegakan berita bohong atau hoaks ini yang saat ini semakin banyak menyebar di masyarakat.
"Ada kepuasan menyebarkan pertama kali. Padahal yang pertama menyebarkan itu yang jadi tersangka," kata Kapolresta Sidoarjo Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho pada diskusi bertajuk "Tangkal Hoaks di era industri 4.0" dalam rangka pengukuhan pengurus Forum Wartawan Sidoarjo (forwas) periode 2019-2021 di salah satu hotel kabupaten setempat, Rabu.
Ia mengatakan, saat ini polisi jadi "bamper" terakhir untuk penegakan hoaks ini.
"Sidoarjo ada Delta Siap. Siapapun bisa melapor 24 jam dan direspons. Tidak perlu datang ke polres langsung," kata Zain.
Terkait dengan hal ini, pihaknya menyarankan sejumlah langkah antisipasi yakni harus lebih bijak menggunakan media sosial maupun media elektronik.
"Setiap menerima berita, dan meragukan, harus dicek. Dicek ke orang yang bisa dipercaya dan terkait dengan info tersebut. Jangan sampai ditelan mentah," katanya.
Kemudian, kata dua, keluarga jadi benteng yang mengawasi karena orang tua tidak mudah memberi telepon genggam maka awasi penggunaan dan waktu penggunaan.
"Harus lebih 'care' dengan keluarga," ujarnya.
Selanjutnya, harus kordinasi dengan kepolisian dan Kominfo untuk segera menginformasikan dengan sarana yang ada sebagai antisipasi sehingga, tidak mengganggu stabilitas Kamtibmas.
"Dengan demikian penyebaran berita hoaks bisa diantisipasi sejak dini," katanya.
Sementara itu, GM Telkom Sidoarjo Putro Dewanto, yang menjadi narasumber dalam kegiatan itu mengatakan, hoaks itu berita bohong dengan motifnya beragam antara lain, kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan sentimen sosial (SARA).
"Penyebarnya biasanya punya karakter khusus. Seperti, bangga menjadi yang pertama menyebar. Karena suka berbagi namun malas membaca. Gemar cari sensasi. Tidak tahu itu hoaks. Ikutan trend," katanya.
Nah, kata dia, pembaca cenderung percaya karena info tersebut mudah dicerna serta informasi yang disebarkan tersebut mendukung keyakinannya.
"Sekarang buatnya serba mudah buatnya. Aplikasi semakin mudah dan cerdas. Bahan mudah didapat. Seperti 'cloud', 'big data', medsos dan autentik. Orang cari fotonya Kapolres gampang, di internet banyak," ucapnya.
Menurutnya, di era industri 4.0 pun sangat mendukung karena ada artifisial inteligensi, infrastruktur digital, "cloud computing", "internet of thing", dan ada "big data" yang mendukung hal itu semua.
"Saat ini hampir semua manusia terhubung dengan internet," ujarnya.
Solusinya, bisa saring sebelum sharing, dicek benar atau tidak, bermanfaat atau tidak, karena kalau benar dan bermanfaat, tinjau lagi kapan waktu sebarnya.
"Cirinya biasanya alamat lamannya biasanya aneh-aneh. Karena itu harus diselidiki sumbernya. Biasanya judulnya bombastis. 'Periksa lagi tanggalnya. Sering berita lama dimunculkan lagi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Ada kepuasan menyebarkan pertama kali. Padahal yang pertama menyebarkan itu yang jadi tersangka," kata Kapolresta Sidoarjo Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho pada diskusi bertajuk "Tangkal Hoaks di era industri 4.0" dalam rangka pengukuhan pengurus Forum Wartawan Sidoarjo (forwas) periode 2019-2021 di salah satu hotel kabupaten setempat, Rabu.
Ia mengatakan, saat ini polisi jadi "bamper" terakhir untuk penegakan hoaks ini.
"Sidoarjo ada Delta Siap. Siapapun bisa melapor 24 jam dan direspons. Tidak perlu datang ke polres langsung," kata Zain.
Terkait dengan hal ini, pihaknya menyarankan sejumlah langkah antisipasi yakni harus lebih bijak menggunakan media sosial maupun media elektronik.
"Setiap menerima berita, dan meragukan, harus dicek. Dicek ke orang yang bisa dipercaya dan terkait dengan info tersebut. Jangan sampai ditelan mentah," katanya.
Kemudian, kata dua, keluarga jadi benteng yang mengawasi karena orang tua tidak mudah memberi telepon genggam maka awasi penggunaan dan waktu penggunaan.
"Harus lebih 'care' dengan keluarga," ujarnya.
Selanjutnya, harus kordinasi dengan kepolisian dan Kominfo untuk segera menginformasikan dengan sarana yang ada sebagai antisipasi sehingga, tidak mengganggu stabilitas Kamtibmas.
"Dengan demikian penyebaran berita hoaks bisa diantisipasi sejak dini," katanya.
Sementara itu, GM Telkom Sidoarjo Putro Dewanto, yang menjadi narasumber dalam kegiatan itu mengatakan, hoaks itu berita bohong dengan motifnya beragam antara lain, kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan sentimen sosial (SARA).
"Penyebarnya biasanya punya karakter khusus. Seperti, bangga menjadi yang pertama menyebar. Karena suka berbagi namun malas membaca. Gemar cari sensasi. Tidak tahu itu hoaks. Ikutan trend," katanya.
Nah, kata dia, pembaca cenderung percaya karena info tersebut mudah dicerna serta informasi yang disebarkan tersebut mendukung keyakinannya.
"Sekarang buatnya serba mudah buatnya. Aplikasi semakin mudah dan cerdas. Bahan mudah didapat. Seperti 'cloud', 'big data', medsos dan autentik. Orang cari fotonya Kapolres gampang, di internet banyak," ucapnya.
Menurutnya, di era industri 4.0 pun sangat mendukung karena ada artifisial inteligensi, infrastruktur digital, "cloud computing", "internet of thing", dan ada "big data" yang mendukung hal itu semua.
"Saat ini hampir semua manusia terhubung dengan internet," ujarnya.
Solusinya, bisa saring sebelum sharing, dicek benar atau tidak, bermanfaat atau tidak, karena kalau benar dan bermanfaat, tinjau lagi kapan waktu sebarnya.
"Cirinya biasanya alamat lamannya biasanya aneh-aneh. Karena itu harus diselidiki sumbernya. Biasanya judulnya bombastis. 'Periksa lagi tanggalnya. Sering berita lama dimunculkan lagi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019