WhatsApp menggandeng Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan lembaga ICT Wacth untuk membuka saluran telepon agar publik bisa melaporkan kabar "hoaks" temuan mereka, menjelang Pemilu Serentak 17 April 2019.

"Hal ini dibangun atas komitmen WhatsApp, termasuk upaya kami mengurangi jumlah pesan yang dapat diteruskan hingga maksimal lima kali, yang ternyata dapat mengurangi 25 persen distribusi pesan terusan di WhatsApp," kata WhatsApp dalam keterangan pers, dikutip Minggu.

Masyarakat dapat mengirim teks, foto, video dan audio yang berpotensi berisi misinformasi atau hoaks ke nomor +6285574676701. Aplikasi berlogo warna hijau itu juga memastikan bahwa pesan itu mendapat perlindungan enkripsi end-to-end yang berlaku di platform tersebut, sehingga pesan tidak dapat terlihat oleh WhatsApp sendiri.

Laporan ini juga akan menjadi arsip data MAFINDO mengenai penyebaran hoaks selama periode pemilihan umum.

Presidium MAFINDO Harry Sufehmi meminta pengguna WhatsApp untuk melaporkan hoaks ke nomor tersebut agar kabar bohong dapat diidentifikasi dan didata.

"Misinformasi merupakan tantangan yang membutuhkan kerja sama yang kuat untuk menanggulanginya," kata dia dalam keterangan yang sama.

Selain dengan MAFINDO, WhatsApp juga bekerja sama dengan ICT Watch untuk memberikan pelatihan bagi publik mengenai hoaks di 10 Ruang Publik Terpadu Raman Anak (RPTRA) di Jakarta.

WhatsApp juga berencana untuk bekerja sama dengan komunitas untuk mengembangkan stiker yang bertema mengatasi hoaks.

Awal tahun ini, WhatsApp membatasi jumlah meneruskan pesan atau forward menjadi hanya lima kali untuk satu pesan.

Saat ini, pesan yang diteruskan dilabeli "forwarded" sehingga penerima tahu bahwa pesan tersebut bukan asli ditulis oleh si pengirim.

Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Komunikasi WhatsApp, Victoria Grand pada Januari lalu mengatakan pembatasan pesan ini akan membantu melacak perilaku yang mencurigakan.

WhatsApp tidak dapat membaca isi pesan yang dikirim karena enkripsi end-to-end yang disematkan di sistem mereka hanya mengizinkan pengirim dan penerima pesan untuk membaca isi pesan tersebut.

Tapi, WhatsApp bisa mendeteksi perilaku berkirim pesan jika terdapat aktivitas yang tidak wajar, misalnya meneruskan pesan ke banyak orang sekaligus.

"Mempersulit orang-orang yang kurang bertanggung jawab untuk meneruskan pesan," kata Grand.

Berdasarkan data WhatsApp, 90 persen pesan yang dikirim di platform tersebut tergolong pesan pribadi, sisanya dapat berupa pesan yang lain.


Tiga cara: Cerna, Tanya, Jangan Share

Sementara itu, Forum Pegiat Media Sosial Independen (FPMSI) menggelar deklarasi melawan penyebaran hoaks menjelang Pemilihan Umum 2019, serta mengajak masyarakat menggunakan hak pilihnya alias tidak golput.

Deklarasi itu dilakukan di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (7/4), dengan membubuhi tanda tangan di spanduk raksasa, oleh masyarakat yang juga bagian dari warganet aktif bermedia sosial.

Ketua FPMSI Hafyz Marsha menyampaikan tiga cara untuk melawan hoaks terkait Pemilu 2019 ini, yaitu:

1. Cerna

Hafyz Marsha meminta para warganet untuk tidak menelan mentah-mentah informasi yang diterima dari media sosial, tapi mencernanya kemudian memastikan kebenaran informasi itu.

"Ketika dapat informasi lewat aplikasi perpesanan, sebaiknya jangan langsung disebarkan. Kita cari dulu kebenarannya," kata Hafyz.

Ia meminta warganet untuk mencari kebenaran melalui mesin pencarian seperti Google apakah informasi itu tersebut berasal dari sumber terpercaya, yang dibuktikan dengan pemberitaan di media-media terpercaya.

2. Bertanya

Setelah mendapatkan pesan berantai, cobalah untuk bertanya dengan orang sekitar mengenai kebenaran informasi itu.

Hal lain yang bisa Anda lakukan adalah dengan bergabung dalam forum diskusi Anti-Hoaks yang banyak tersedia di media sosial Facebook. Melalui forum itu, Anda bisa bertanya dan berkontribusi kepada pengguna lain untuk mencari kebenaran sebuah informasi.

3. Jangan sebar

Jangan menyebar berita atau informasi yang belum teruji kebenarannya. Jika sudah mengetahui adanya pesan bermuatan hoaks, Anda harus berani mengatakan bahwa berita itu bohong kepada orang-orang sekeliling.

FPMSI juga mengajak masyarakat, terutama kaum muda, agar membantu orang tua dalam mengenal dan menyaring berita sehingga tidak terhasut hoaks.

Selain melawan hoaks, FPMSI juga mengajak pendukung gerakan ini agar menggunakan hak pilihnya.

"Sayang sekali, teman-teman yang sudah punya hak pilih tapi golput. Suara kita berarti untuk kemajuan Indonesia ke depannya," kata Hafyz. (*)

Pewarta: Natisha Andarningtyas/Livia Kristianti

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019