Mataram (Antara Bali) - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH M Zainul Majdi meminta agar tidak menjual potensi pariwisata Lombok dengan menggunakan nama Bali, karena bisa terjadi kontradiktif.

"Akan terjadi kontrakdiksi kalau Lombok yang dijual tapi dengan menggunakan nama Bali," kata Zainul seusai menghadiri Sidang Paripurna IV DPRD NTB di Mataram, Senin.

Salah satu materi yang mengemuka dalam Sidang Paripurna DPRD NTB itu yakni penolakan wakil rakyat terhadap PT Bali Tourism Development Corporation (BTDC) yang dipercaya pemerintah pusat untuk mengembangkan kawasan wisata Mandalika, yang terletak di bagian selatan Pulau Lombok.

PT BTDC merupakan perusahaan BUMN yang mengembangkan pariwisata Bali, dan tergolong sukses dalam perencanaan serta pengembangan wisata resort Nusa Dua yang kini telah berdiri 25 unit hotel dan fasilitas lainnya dengan jumlah kamar hampir 4.000 unit.

Sementara kawasan wisata Mandalika merupakan areal di bagian selatan Pulau Lombok yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata terpadu.

Kawasan wisata Mandalika yang secara administrasi berada di Kabupaten Lombok Tengah itu pernah dilirik oleh perusahaan Dubai, Emaar Properties, LLC. Perusahaan itu merencanakan pengembangan kawasan wisata terpadu, namun batal karena terkena dampak krisis finansial global di penghujung tahun 2008.

Padahal, Pemerintah Indonesia yang diwakili PT BTDC dan Pemerintah Dubai yang diwakili Emaar Properties LLC, telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengembangan kawasan wisata terpadu di Pulau Lombok, pada 19 Maret 2008.

Lahan investasi yang akan dipergunakan Emaar Properties LLC dan PT BTDC seluas 1.250 hektare terletak di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah.

Emaar Properties berencana menginvestasikan Rp21 triliun dalam kurun waktu 15 tahun pada tiga periode. Setiap periode lima tahun dengan nilai investasi tujuh triliun rupiah.

Karena Emaar membatalkan rencananya, maka BTDC mengubah konsep pengembangan kawasan wisata Mandalika. Konsepnya menyerupai perencanaan dan pengembangan kawasan wisata Nusa Dua.

BTDC akan membangun infrastruktur dasarnya kemudian menggandeng mitra investor sama seperti di Nusa Dua.

Dalam konsep pengembangan wisata Mandalika itu, BTDC membaginya dalam tiga klaster, guna memanfaatkan potensi areal seluas 1.250 hektare.

Klaster pertama atas zonasi I mencakup areal seluas 275 hektare yang diperuntukkan bagi pengembangan "residence" atau kawasan perumahan elit, yang mungkin akan dijual kepada publik.

Klaster kedua atau zonasi II mencakup areal seluas 350 hektare untuk pembangunan kawasan perhotelan, vila dan berbagai resort dengan penataan eksklusif.

Sementara zona III seluas 625 hektare juga untuk perhotelan dan vila serta bangunan elit lainnya. Bahkan, akan ada dua lapangan golf.

Masing-masing zonasi mempunyai karakteristik tersendiri, seperti  yang ada di Nusa Dua.

Namun, para wakil rakyat di DPRD NTB menolak penguasaan BTDC dalam pengembangan kawasan wisata Mandalika itu, sehingga mendesak Gubernur NTB untuk menyikapi permasalahan tersebut.

Menurut Gubernur NTB periode 2008-2013 itu, lahan seluas 1.250 hektare di kawasan Mandalika tersebut dibebaskan kepada PT BTDC sebagai salah satu syarat pemenuhan rencana investasi Emaar Properties, LLC.

"Dulu dilepas sebagai salah satu syarat pemenuhan rencana investasi Emaar. Tetapi pelepasan itu disebut untuk investasi Emaar, sehingga kalau tidak jadi, ada ruang untuk didiskusikan lagi," ujarnya.

Karena itu, kata Zainul, Pemprov NTB tengah berupaya agar ada pengelolaan dan pemanfaatan lebih besar untuk daerah, terkait kawasan wisata Mandalika.

Di antaranya, upaya daerah melalui BUMD bersama BTDC membentuk perusahaan bersama (join venture) yang akan menjual potensi pariwisata Mandalika.

"Kita gabung kepentingan pusat dan daerah kemudian bentuk entitas, mungkin saja namanya Mandalika Lombok Tourism Development Corporation atau apa. Nanti dibicarakan dengan DPRD NTB dan yang terpenting porsi daerah di perusahaan itu harus signifikan," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011