New York (Antaranews Bali) - Harga minyak mentah berjangka turun pada akhir perdagangan pada Jumat (Sabtu pagi WIB), yang menyerahkan keuntungan dari sesi sebelumnya, karena kekhawatiran perang perdagangan membebani pasar dan memicu kecemasan tentang permintaan.
Minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, kehilangan 0,47 dolar AS menjadi menetap di 68,49 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange,.
Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, turun 0,24 dolar AS menjadi ditutup pada 73,21 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kedua kontrak acuan sempat diperdagangkan turun lebih dari satu dolar AS per barel. Minyak mentah AS mengakhiri minggu ini dengan penurunan 0,4 persen, sementara Brent telah jatuh 1,5 persen sepanjang minggu ini.
"Ini adalah perasaan gelisah, selama kita memiliki ketidakpastian sanksi Iran dan ketidakpastian tarif, dan tidak perlu banyak pemicu ayunan signifikan dengan cara apa pun atau lainnya," kata Jim Ritterbusch, analis di Galena, Illinois, dikutip dari Reuters.
Ketakutan bahwa permintaan Tiongkok dapat berkurang memicu kemunduran pada Jumat (3/8), setelah perusahaan minyak utama negara itu, Sinopec, memangkas pembelian minyak mentah AS.
Unipec dari Tiongkok, unit perdagangan Sinopec, telah menghentikan impor minyak mentah dari Amerika Serikat akibat meningkatnya perselisihan perdagangan antara Washington dan Beijing, tiga sumber yang akrab dengan situasi tersebut mengatakan pada Jumat (3/8).
"Permintaan Tiongkok dari penyuling independen juga lebih rendah, sementara perang perdagangan yang meningkat juga tidak membantu sentimen," kata Warren Patterson, analis komoditas di ING.
Tiongkok mengatakan pihaknya berencana memberlakukan tarif pada gas alam cair, meningkatkan kekhawatiran bahwa negara itu juga dapat mengenakan tarif atas minyak, kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management di New York.
Produksi minyak Rusia naik 150.000 barel per hari (bph) pada Juli dari bulan sebelumnya menjadi 11,21 juta barel per hari, data kementerian energi menunjukkan pada Kamis (2/8).
Produksi oleh eksportir utama Arab Saudi juga telah meningkat baru-baru ini, menjadi sekitar 11 juta barel per hari, dan produksi AS juga berada di sekitar tingkat itu.
Arab Saudi, Rusia, Kuwait dan Uni Emirat Arab telah meningkatkan produksi mereka untuk membantu mengimbangi kemungkinan pengurangan dalam pasokan minyak mentah Iran, setelah rencana sanksi AS mulai berlaku tahun ini.
Tetapi penghentian total pasokan Iran tampaknya tidak mungkin, karena Bloomberg melaporkan pada Jumat (3/8) bahwa Tiongkok, pelanggan terbesar Iran, telah menolak permintaan AS untuk memotong impor dari anggota OPEC tersebut.
Persediaan AS yang rendah masih menyediakan lantai untuk harga, dengan keseluruhan persediaan minyak mentah AS di bawah rata-rata lima tahun sekitar 420 juta barel. Tapi ada kekhawatiran tentang potensi kenaikan persediaan ketika pasokan dari fasilitas produksi Kanada yang telah ditutup dibuka kembali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, kehilangan 0,47 dolar AS menjadi menetap di 68,49 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange,.
Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, turun 0,24 dolar AS menjadi ditutup pada 73,21 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kedua kontrak acuan sempat diperdagangkan turun lebih dari satu dolar AS per barel. Minyak mentah AS mengakhiri minggu ini dengan penurunan 0,4 persen, sementara Brent telah jatuh 1,5 persen sepanjang minggu ini.
"Ini adalah perasaan gelisah, selama kita memiliki ketidakpastian sanksi Iran dan ketidakpastian tarif, dan tidak perlu banyak pemicu ayunan signifikan dengan cara apa pun atau lainnya," kata Jim Ritterbusch, analis di Galena, Illinois, dikutip dari Reuters.
Ketakutan bahwa permintaan Tiongkok dapat berkurang memicu kemunduran pada Jumat (3/8), setelah perusahaan minyak utama negara itu, Sinopec, memangkas pembelian minyak mentah AS.
Unipec dari Tiongkok, unit perdagangan Sinopec, telah menghentikan impor minyak mentah dari Amerika Serikat akibat meningkatnya perselisihan perdagangan antara Washington dan Beijing, tiga sumber yang akrab dengan situasi tersebut mengatakan pada Jumat (3/8).
"Permintaan Tiongkok dari penyuling independen juga lebih rendah, sementara perang perdagangan yang meningkat juga tidak membantu sentimen," kata Warren Patterson, analis komoditas di ING.
Tiongkok mengatakan pihaknya berencana memberlakukan tarif pada gas alam cair, meningkatkan kekhawatiran bahwa negara itu juga dapat mengenakan tarif atas minyak, kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management di New York.
Produksi minyak Rusia naik 150.000 barel per hari (bph) pada Juli dari bulan sebelumnya menjadi 11,21 juta barel per hari, data kementerian energi menunjukkan pada Kamis (2/8).
Produksi oleh eksportir utama Arab Saudi juga telah meningkat baru-baru ini, menjadi sekitar 11 juta barel per hari, dan produksi AS juga berada di sekitar tingkat itu.
Arab Saudi, Rusia, Kuwait dan Uni Emirat Arab telah meningkatkan produksi mereka untuk membantu mengimbangi kemungkinan pengurangan dalam pasokan minyak mentah Iran, setelah rencana sanksi AS mulai berlaku tahun ini.
Tetapi penghentian total pasokan Iran tampaknya tidak mungkin, karena Bloomberg melaporkan pada Jumat (3/8) bahwa Tiongkok, pelanggan terbesar Iran, telah menolak permintaan AS untuk memotong impor dari anggota OPEC tersebut.
Persediaan AS yang rendah masih menyediakan lantai untuk harga, dengan keseluruhan persediaan minyak mentah AS di bawah rata-rata lima tahun sekitar 420 juta barel. Tapi ada kekhawatiran tentang potensi kenaikan persediaan ketika pasokan dari fasilitas produksi Kanada yang telah ditutup dibuka kembali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018