Jimbaran (Antaranews Bali) - Badan Eksekutif Mahasiswa dan Pemerintah Mahasiswa (BEM-PM) Universitas Udayana menggelar aksi demonstrasi menolak Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang akan dibebankan kepada mahasiswa baru di kampus tersebut untuk tahun akademik 2018/2019.

"Hal ini karena tidak sesuai dengan cita-cita luhur bangsa serta tidak memperhatikan asas kepatutan dalam penerapannya," kata Presiden BEM-PM Universitas Udayana Khosyi Rukito saat menyampaikan pernyataan sikap dalam aksi tersebut, di depan Rektorat Universitas Udayana di Jimbaran, Kabupaten Badung, Senin.

SPI yang ditetapkan oleh rektorat berada pada kisaran Rp1 juta-Rp150 juta. Penerapan SPI itu sudah ada dasar hukumnya, yakni Permenristekdikti No 39 tahun 2017, namun yang dikritisi adalah angka minimalnya.

Mewakili mahasiswa Unud, ada empat poin pernyataan sikap yang disampaikan. Selain menolak sumbangan SPI tersebut, poin kedua yakni menolak pengenaaan UKT 4 dan 5 kepada mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 karena tidak sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 5 Permenristekdikti No 39 tahun 2017 tentang Biaya Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kemenristekdikti.

"Kami juga menuntut pihak Rektorat membenahi transparansi UKT serta segala mekanisme keuangan di Universitas Udayana," ujarnya pada aksi yang diikuti sekitar 100 mahasiswa itu.

Serta pernyataan sikap yang keempat menuntut tidak ada pengecualian beasiswa untuk mahasiswa baru jalur mandiri tahun 2018 dan seterusnya, sesuai dengan pasal 76 UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Menurut Khosyi, tidak adanya transparansi mengenai pengelolaan keuangan dan dana UKT menjadi permasalahan di kalangan mahasiswa. Dana UKT juga menjadi tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi calon mahasiswa baru.

"Jika kita sadari bersama, pendidikan merupakan hak dan kewajiban untuk seluruh rakyat dapat mengenyam pendidikan, tanpa diskriminasi dan pendidikan bukanlah produk dagang yang bisa diperjualbelikan tanpa adanya suatu kejelasan," ucap Khosyi.

Sementara itu, Rektor Universitas Udayana Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi mengatakan terkait dengan sumbangan pengembangan institusi (SPI) pada mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri sudah ada landasan hukumnya yakni UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Permenristekdikti No 39 Tahun 2017, yang menyatakan pada jalur mandiri boleh memungut di luar uang kuliah tunggal (UKT).

"Berdasarkan aturan tersebut, kami membuat tim yang melakukan kajian akademis terkait kebijakan tersebut dan studi banding ke berbagai universitas yang sudah melakukan pungutan SPI mulai tahun-tahun sebelumnya. Para pimpinan memutuskan pemungutan SPI pada jalur mandiri maksimal 30 persen," ujarnya.

Untuk besarannya, lanjut Prof Sudewi, berbeda-beda untuk masing-masing prodi. Dalam Permenristekdikti, kata dia, juga ada istilah Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Dia mengemukakan, BKT adalah biaya operasional program studi untuk setiap semester. Dalam lampiran Permenristekdikti tersebut, besaran BKT jauh lebih besar dibandingkan UKT. Unud sendiri memilih UKT lima kategori yakni diantaranya besaran UKT 1 sebesar Rp500 ribu persemester dan UKT 2 sebesar Rp1 juta yang besarnya sama dengan semua prodi di kampus Unud dan kampus lainnya. Yang berbeda adalah UKT kategori 3-5.

"Untuk menutupi besaran operasional dalam BKT, masyarakat diberikan kesempatan untuk membantu biaya pendidikan. Oleh karena UKT itu jauh lebih kecil dari kebutuhan operasional sehingga diambil dari SPI. Jadi tidak bertentangan dari sisi aturan, apalagi masyarakat menghendaki dibuka jalur mandiri," ucapnya sembari menyebutkan besaran UKT untuk tahun ini sama dengan UKT tahun sebelumnya.

Selain itu, pihaknya juga mengklaim sudah sangat transparan dalam mengelola keuangan dan dana kampus.(WDY)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018