Ontario, Kanada (Antara) - Di hadapan kongres Amerika Serikat, Senin (10/4/2018), CEO Facebook Mark Zuckerberg akhirnya minta maaf karena sistem pengamanan media social yang dikelolanya itu ternyata tidak mampu melindungi data jutaan penggunanya sehingga bisa dicuri dan disalahgunakan.

Bukan hanya minta maaf, Zuckerberg akhirnya mau membuat pernyataan tertulis kepada Kongres AS atas kesalahan karena sistem media sosialnya yang tidak mampu menjaga kerahasiaan dan privasi pengguna. Media sosial FB saat ini memiliki sekitar 2,2 miliar pengguna dari seluruh negara, kecuali China.

"Sudah jelas sekarang, kami tidak melakukan apa yang semestinya dilakukan untuk menghindari data pengguna FB disalahgunakan untuk tujuan tidak baik," kata Zuckerberg, kepada Kongres, sebagaimana pernyataannya disiarkan oleh komisi perdagangan Amerika atau Federal Trade Commission (FTC). FTC merupakan penegak hukum di bidang perdagangan dan perlindungan konsumen di Amerika Serikat.

Dunia media sosial digemparkan oleh pencurian data jutaan pengguna FB oleh Cambridge Analytica, sebuah perusahaan konsultan politik, pada awal Maret 2018. Ada sekitar 87 juta data penggunanya FB dicuri, diantaranya 71 juta pengguna FB milik warga Amerika Serikat.

Belakangan diketahui pencurian data tersebut digunakan untuk pemenangan tim sukses Donald Trump pada Pemilu Presiden (Pilpres) di AS tahun 2016. Pencurian data itu digunakan untuk menyebarkan kabar palsu, campur tangan asing pada Pilpres Amerika Serikat dan ujaran kebencian.

CEO Facebook Mark Zuckerberg sudah mengakui adanya pencurian data pengguna FB oleh Cambridge Analytica. Pertama, ia meminta maaf langsung melalui akun pribadinya di FB. Kedua, meminta maaf ke lima media massa utama di AS (25/3).

Mark Zuckerberg meminta maaf lewat satu halaman koran di beberapa media besar, antara lain New York Times, Wall Street Journal, dan Washington Post. Terakhir, ia meminta maaf dan membuat pernyataan tertulis di hadapan Kongres Amerika Serikat.

    
Pelanggaran Kesepakatan
Ya, CEO FB sudah mengakui dan meminta maaf atas pencurian data pengguna FB melalui akun pribadinya di FB, kemudian minta maaf di media massa besar Amerika Serikat, dan terakhir minta maaf dan membuat pernyataan tertulis di Kongres AS.

Namun, Mark Zuckerberg tampaknya belum mengakui jika dirinya telah melanggar kesepakatan yang dibuat oleh komisi perdagangan Amerika (Federal) tahun 2011, yakni salah satu kesepatannya adalah melindungi kerahasian penggua media social FB yang sangat populer itu.

Harian terkemuka Amerika The Washington Post, memberitakan bahwa pejabat FB seringkali membantah telah melanggar kesepakatan tahun 2011 dengan komisi perdagangan negara tersebut, diantaranya kesepakatan FB wajib melindungi kerahasiaan penggunanya.

Harian ini kemudian mewawancari tiga mantan pejabat komisi perdagangan Amerika Serikat yang terlibat dalam pembuatan kesepakatan tahun 2011 dengan pengelola Facebook, salah satunya David Vladeck, salah satu mantan kepala biro perlindungan konsumen di komisi perdagangan Amerika Serikat.

Kepada harian terkemuka Amerika Serikat itu, tiga mantan pejabat komisi perdagangan AS sepakat menilai bahwa Facebook telah melanggar kesepakatan tahun 2011 untuk melindungi kerahasian dan privasi penggunanya.

Kesepakatan dengan komisi perdagangan Amerika Serikat mengharuskan Facebook mengidentifikasi dan mengatasi ancaman yang muncul terhadap privasi pengguna media sosial tersebut.

"Itu berarti Facebook diminta untuk membatasi pemanfaatan data pengguna dan mencegah orang luar mendapatkan akses dengan cara yang tidak benar. Yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan jahat," kata Valdeck.


Denda Rp13,7 Triliun
David Vladeck, yang kini menjadi profesor hukum Universitas Georgetown, memperkirakan bahwa Facebook bisa kena denda sebesar satu miliar dolar AS (Rp13,7 triliun) bahkan lebih, terkait dengan kasus pencurian data penggunanya oleh perusahaan konsultan politik, Cambridge Analytica, secara tidak sah.

Bahkan Valdeck mengatakan, kasus ini dapat membuat kerawanan hukum baru jika tidak ada tindakan tegas kepada pengelola FB atas kasus pencurian data penggunanya ini. Jika tidak ada hukuman kepada FB maka pengelola media sosial lainnya dapat menggunakan data penggunanya kemudian menjual kepada pihak yang berkepentingan.

Atau, ada pihak ketiga yang mencuri atau mendapatkan data penggunanya media sosial lainnya seperti yahoo, google, twitter dengan cara ilegal untuk kepentingan jahat atau bisnis.

Hal ini yang dapat menimbulkan kerawanan dunia media sosial dan penggunanya tentang privasi dan kerahasiaan datanya.

Karena itu harus diikuti perkembangan setelah CEO Facebook Mark Zuckerberg mengakui kesalahannya dan akan memperbaiki sistem keamanan dan privasi pengguna media sosialnya, serta minta maaf di akun pribadinya di FB, kemudian minta maaf di media massa utama Amerika, terakhir mengakui dan minta maaf di hadapan Kongres Amerika, apakah proses berjalan untuk sanksi dan denda kepada pengelola media sosial yang sangat popular dengan 2,2 miliar penggunanya itu.

Agaknya, apa yang akan dilakukan oleh komisi perdagangan Amerika perlu diikuti dan ditunggu realisasinya. Tiga mantan pejabat komisi perdagangan Amerika sudah menyatakan adanya pelanggaran atas kesepakatan tahun 2011 dengan Facebook. Mereka terlibat dalam pembuatan kesepakatan itu.

Namun, sanksi sosial kepada pengelola FB dari pada nitizen sudah mulai bermunculan. Salah satunya mantan pendiri WhatsApp, Brian Acton, yang menyerukan ajakan menghapus Facebook melalui akun Twitter-nya.

Para pengguna media sosial di seluruh dunia kini sedang mengikuti dan menantikan bagaimana akhir dari kasus "kejahatan zaman now" lewat media sosial Facebook itu. (*)

Pewarta: Adi Lazuardi

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018