Denpasar (Antaranews Bali) - Usaha tanaman hias di Kota Denpasar dan sekitarnya cukup menjanjikan, karena masyarakat mulai tertarik mengembangkan jenis tanaman di rumah mereka masing-masing, meskipun lahan pekarangan rumah di ibu kota Provinsi Bali itu umumnya sangat terbatas.

"Masyarakat umumnya memilih tanaman hias untuk menambah keasrian dan keindahan pekarangan rumah, disamping menghasilkan bunga yang dapat mereka petik sehari-hari untuk keperluan sembahyang," kata Sugiono, salah seorang penjual tanaman hias di kawasan Jalan Ngurah Rai Tohpati Denpasar, Rabu.

Ia menjelaskan, tanaman hias yang dijual tersebut didatangkan dari Bandung, Jawa Barat seperti Anggrek dijual seharga Rp2.000 sampai Rp2.500 per pohon, tanaman hias yang kecil seharga Rp2.500 sampai Rp3.000 per pohon.

Demikian pula tanaman hias jenis pucuk merah yang cocok ditanam di halaman rumah yang setiap saat berbunga dijual mulai harga Rp10.000 sampai Rp30.000 per pohon.

Dari pemasok tanaman hias lokal, hanya berupa Jepun Bali yang sudah jadi (sudah besar), dijual seharga Rp1 juta sampai Rp15 juta per pohon yang biasanya untuk hiasan villa atau hotel berbintang. Namun, untuk Jepun yang bentuknya kurang bagus dan belum besar dijual seharga Rp900 ribu sampai Rp2 juta/pohon.

Sementara itu, seorang penjual tanaman hias lainnya di kawasan itu, Made Ardiyasa, mengatakan selain itu ada juga tanaman lokal yang langsung didatangkan dari Bali, yakni dari Marga, Kabupaten Tabanan, dari Ubud Kabupten Gianyar, dan dari Karangasem.

Ardiyasa mengaku berjualan setiap hari dari pagi hingga sore dengan hasil penjualan tidak menentu, namun minimal dapat Rp150.000, karena yang laku jenis tanaman hias yang murah dan kecil seperti bunga korumbusa mini, krisan, mawar dan bunga bulu ayam.

Penjual lain lagi, Ketut Dharma, menambahkan bahwa prospek usaha tanaman hias sangat menjanjikan sekali. Apabila ditekuni dengan baik dan rasa sabar. Misalkan, untuk tanaman hias kecil saja harganya Rp3.000 sampai Rp 5.000 per pohon, ada juga pohon besar yang seperti mangga, nangka, dan palem yang harganya Rp1,5 juta sampai Rp2 juta per pohon.

"Jika tanaman yang dijualnya setiap hari laku banyak, tentu saja pendapatan menjadi besar. Sudah tentu hasilnya sangat menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan hidup," katanya.

Kegiatan yang ditekuni sejak tahun 2007 atau hampir 11 tahun mengalami pasang surut. "Pasang surut itu terjadi ketika proyek bangunan, hotel dan vila tidak ada dan pembeli sepi," ujarnya. (ed)

Pewarta: Krishna Arisudana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018