Jakarta (Antaranews Bali) - Peneliti dari The Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan perubahan susunan menteri reshuffle terhadap Menteri Perindustrian, Airlangga Hartato berpotensi menciptakan kegaduhan politik di tubuh Partai Golkar.
Dalam diskusi bertajuk "Perlukah Airlangga Mundur" di Jakarta, Sabtu, Arya menilai kemungkinan akan sangat kecil bagi Presiden Joko Widodo untuk menggeser Menperin Airlangga Hartato dari jabatannya setelah terpilih menjadi Ketua Umum Golkar pada Rapat Pleno DPP Partai Golkar pertengahan Desember 2017 lalu.
"Karena dalam dua reshuffle politik menciptakan kegaduhan. Jokowi sangat menghindari sekali kegaduhan itu. Begitu juga efek pada Golkar. Kalau ada pergantian menteri, tentu ada gejolak dalam partai," kata Arya.
Dalam waktu kurang dari setahun, pada Agustus sampai September mendatang, tahapan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019-2014 pun juga akan dimulai. Oleh karena itu, Jokowi dinilai akan tetap mempertahankan posisi Airlangga sebagai Menteri Perindustrian.
Selain itu, Arya memandang jika perombakan menteri dilakukan, Golkar tentu harus mengusulkan kader lainnya yang pantas menggantikan Airlangga di tengah fokus pada pergantian Setya Novanto dari Ketua DPR.
Seluruh partai politik pun tengah disibukkan pada masa pendaftaran kepala daerah pada 8-10 Januari 2018 menjelang Pilkada Serentak di 171 daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti dari Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, mengatakan perombakan menteri berpotensi merusak hubungan Jokowi dengan Golkar.
"Jika ada pergeseran Airlangga, saya kira akan merusak hubungan Jokowi dengan golkar karena ada kebutuhan Jokowi untuk tetap melindungi leverage politik Airlangga di Golkar," kata Abbas.
Ia memandang Jokowi tentunya membutuhkan dukungan dari partai lain di luar pendukungnya, yakni PDI Perjuangan, jika langkahnya mantap untuk maju pada Pilpres 2019. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Dalam diskusi bertajuk "Perlukah Airlangga Mundur" di Jakarta, Sabtu, Arya menilai kemungkinan akan sangat kecil bagi Presiden Joko Widodo untuk menggeser Menperin Airlangga Hartato dari jabatannya setelah terpilih menjadi Ketua Umum Golkar pada Rapat Pleno DPP Partai Golkar pertengahan Desember 2017 lalu.
"Karena dalam dua reshuffle politik menciptakan kegaduhan. Jokowi sangat menghindari sekali kegaduhan itu. Begitu juga efek pada Golkar. Kalau ada pergantian menteri, tentu ada gejolak dalam partai," kata Arya.
Dalam waktu kurang dari setahun, pada Agustus sampai September mendatang, tahapan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019-2014 pun juga akan dimulai. Oleh karena itu, Jokowi dinilai akan tetap mempertahankan posisi Airlangga sebagai Menteri Perindustrian.
Selain itu, Arya memandang jika perombakan menteri dilakukan, Golkar tentu harus mengusulkan kader lainnya yang pantas menggantikan Airlangga di tengah fokus pada pergantian Setya Novanto dari Ketua DPR.
Seluruh partai politik pun tengah disibukkan pada masa pendaftaran kepala daerah pada 8-10 Januari 2018 menjelang Pilkada Serentak di 171 daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti dari Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas, mengatakan perombakan menteri berpotensi merusak hubungan Jokowi dengan Golkar.
"Jika ada pergeseran Airlangga, saya kira akan merusak hubungan Jokowi dengan golkar karena ada kebutuhan Jokowi untuk tetap melindungi leverage politik Airlangga di Golkar," kata Abbas.
Ia memandang Jokowi tentunya membutuhkan dukungan dari partai lain di luar pendukungnya, yakni PDI Perjuangan, jika langkahnya mantap untuk maju pada Pilpres 2019. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018