Denpasar (Antaranews Bali) - Sejak Gunung Agung mengalami peningkatan aktivitas vulkanis pada 22 September 2017 hingga kini telah menampar perekonomian Provinsi Bali, terutama sektor pariwisata.

Dalam kondisi pariwisata yang babak belur itu, agaknya dapat dipahami bila ada berbagai upaya untuk "meralat" kondisi yang sebenarnya dengan setumpuk argumentasi bahwa Gunung Agung bukan Bali atau Bali Aman. Titik.

Tidak cukup itu saja, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun langsung "turun gunung" dengan menggelar rapat terbatas (ratas) bersama kabinet untuk membahas sektor pariwisata di Sanur, Bali, 22 Desember 2017.

"Kenapa rapat terbatas ini diadakan di Bali? Kita ingin menunjukkan kepada turis, kepada wisatawan, kepada dunia bahwa wisata di Bali aman karena memang dampak dari erupsi di Gunung Agung hanya berjarak 8-10 kilometer dari puncak gunung," kata Presiden dalam rapat kabinet itu.

Dalam rapat yang berlangsung hingga malam itu, Presiden menyatakan tempat-tempat tujuan wisata yang ada di Bali di luar radius itu seharusnya tidak ada masalah untuk digunakan sebagai tempat berlibur, meskipun Gunung Agung masih berstatus Awas.

Tetapi, kata Presiden, banyaknya informasi yang tidak akurat akhirnya diikuti oleh keluarnya `travel ban` atau larangan perjalanan dari beberapa negara sehingga berdampak langsung pada penurunan aktivitas pariwisata yang ada di Bali.

Orang nomor satu di Indonesia itupun mengharapkan agar Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pariwisata terus memberikan informasi yang lengkap kepada para duta besar negara-negara sahabat agar warganya banyak berwisata ke Indonesia, khususnya ke Bali.

Menurut Kepala Negara, perlu dikerahkan kedutaan besar di luar negeri dan memberikan penjelasan informasi yang akurat, yang menyangkut keamanan berkunjung ke Bali, dan tentu saja langkah kontijensi yang disiapkan kalau memang bencana itu terjadi.

Oleh karena itu, rapat tersebut juga memutuskan pencabutan status tanggap darurat bencana Gunung Agung supaya tidak menimbulkan multitafsir bagi negara-negara lain, sehingga mereka mengeluarkan "travel ban" dan sebagainya.

Tidak hanya bicara, Presiden Joko Widodo bersama Ibu Iriana Jokowi juga menyempatkan untuk singgah ke Joger, Kuta, Sabtu (23/12) pukul 10.00 WITA, sehingga pengunjung langsung "menyerbu" untuk minta bersalaman dan swafoto.

Sekitar 20 menit Presiden dan Ibu Negara melihat beberapa cenderamata dan melayani permintaan foto bersama pengunjung, kemudian Presiden melanjutkan perjalanan ke Bandara Ngurah Rai Bali untuk bertolak ke Semarang, Jawa Tengah, guna melanjutkan kegiatan.

Hal yang sama juga dilakukan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang beserta keluarganya siap menghabiskan waktu libur akhir tahun dengan berwisata ke Pulau Bali, sekaligus membuktikan bahwa daerah itu betul-betul aman dikunjungi.

"Bapak Wapres dan keluarga, dari 29 Desember 2017-1 Januari 2018 akan berlibur di Bali, menghabiskan waktu di Bali," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung setelah mengikuti rapat terbatas bersama Presiden, Wapres, dan sejumlah Menteri Kabinet Kerja, di Sanur (22/12).

Skenario Kontijensi 2018

Tidak sampai seminggu dari kedatangan Presiden dan Wapres ke Bali itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung I Made Badra menyatakan Pemerintah Tiongkok mencabut "travel ban" yang diberlakukan sebelumnya.

"Kami bersyukur, karena Pemerintah Tiongkok mencabut `travel ban` itu, karena pemerintah Indonesia sudah meyakinkan bahwa Bali aman dikunjungi dan pemerintah juga memberikan garanti apabila terjadi `strended` akibat bencana erupsi Gunung Agung dengan membuat pernyataan kerja sama," kata Kepala Dinas Pariwisata Badung I Made Badra di Mangupura (28/12).

Dengan pencabutan itu, Badra meyakini kunjungan wisatawan mancanegara akan mencapai 16.000 jiwa per harinya pada Januari 2018 dan tingkat hunian (okupansi) hotel dapat mencapai 75 persen dari total 130.000 kamar hotel berbintang yang ada di Badung.

Sebelumnya, dampak erupsi Gunung Agung telah membuat kunjungan wisatawan Tiongkok sempat anjlok 200.000 per bulan. Penurunan kunjungan wisatawan asal Tiongkok ini cukup besar, sehingga berbagai upaya terbaik dilakukan pihaknya untuk pariwisata Bali.

Kendati berbagai upaya pemulihan pariwisata itu dapat dipahami, agaknya jaminan "Bali aman" dalam status Awas merupakan langkah yang melawan takdir. Siapa yang bisa memberi jaminan atau kepastian untuk proses vulkanik yang masih terus berlangsung?

Oleh karena itu, langkah yang justru mendesak adalah langkah yang juga dilontarkan Presiden sendiri, yakni menyiapkan langkah kontijensi kalau memang bencana itu terjadi. Jadi, langkah penting dan mendesak adalah skenario kontijensi 2018 untuk fakta terburuk (erupsi) pada Gunung Agung.

Agaknya, langkah Menteri Pariwisata Arief Yahya menyiapkan Rp100 miliar untuk Pulau Dewata yang menyumbang 40 persen wisatawan mancanegara (wisman) itu merupakan skenario kontijensi 2018 yang sangat penting.

Meski sifatnya untuk pariwisata juga, seperti diskon 50 persen untuk hotel atau restoran, namun anggaran Rp100 miliar yang disiapkan terhitung sejak 21 Desember 2017 untuk tiga bulan ke depan itu merupakan keputusan penting bila benar-benar terjadi letusan/erupsi.

Sejatinya, wisatawan mancanegara itu tidak hanya khawatir pada status gunung, namun penutupan bandara juga membuat mereka repot untuk "keluar" menyelamatkan diri dari Pulau Dewata.

"Ya, kami sudah merapatkan dengan pemda dan pelaku usaha pariwisata di Bali pada 18-19 Desember 2017. Hasilnya, kami sepakat akan mengantarkan wisman sampai ke bandara internasional terdekat, bisa Lombok, Banyuwangi atau Surabaya," kata Arief Yahya.

Dari hasil rapat itu, Menpar Arief Yahya mengeluarkan keputusan Rencana Mitigasi yang harus dimatangkan, pelaku wisata Bali bersepakat mendukung program "Hot Deals" yang meringankan wisman, dan komitmen Rp100 miliar dari Kemenpar.

"Fokus kita saat ini adalah evaluasi pascaerupsi Gunung Agung pada November lalu dan sekaligus persiapan recovery untuk Pariwisata Bali yang terdampak, namun juga menyiapkan langkah kontijensi," katanya.

Agaknya, Gunung Agung tidak bisa diberi jaminan apapun, karena kondisi vulkanik yang ada masih berproses terus, karena itu jaminan yang terpenting adalah skenario kontijensi 2018 yang dapat menumbuhkan rasa aman bagi masyarakat dan wisatawan.  (WDY)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017