Negara (Antara Bali) - Mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mesin pabrik kompos, dituntut enam tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Negara, Kamis.

Selain enam tahun penjara, Winasa juga dituntut mengganti kerugian negara sebesar Rp2,9 miliar serta membayar uang denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Jika terdakwa tidak bisa membayar kerugian negara sebesar itu, maka harta bendanya harus disita untuk dilelang sebagai pengganti. Jika tidak memiliki harta benda, mohon majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan tiga tahun penjara," kata Jaksa Endrianto Isbandi saat membacakan nota tuntutan di depan persidangan.

Dalam uraian tuntutannya, jaksa mengatakan bahwa dakwaan primer pihaknya terhadap Winasa tidak terbukti, namun yang bersangkutan secara jelas terbukti melanggar dakwaan subsider.

Sebelumnya, untuk dakwaan primer, jaksa menganggap Winasa melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, dalam dakwaan primer jaksa juga memasang pasal 55 ayat (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan dalam dakwaan subsider, jaksa menjerat terdakwa Winasa dengan pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf b, UU Nomor 31 Tahun  1999 yang telah dirubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam dakwaan subsider itu jaksa juga menggunakan pasal 55 ayat (1) ke 1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP untuk menjerat mantan bupati di penghujung barat Pulau Dewata itu.

Tidak hanya primer dan subsider, jaksa yang terdiri atas delapan orang itu juga mendakwa Winasa dengan dakwaan lebih subsider.

Dalam dakwaan lebih subsider, terdakwa dikenakan pasal 11 jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999, jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menanggapi tuntutan jaksa, Winasa tampak tenang, dan menganggap itu merupakan hak dari jaksa.

"Ini kan hanya tuntutan, jadi boleh-boleh saja," katanya saat ditemui usai sidang digelar.

Sedangkan penasehat hukum Winasa, Gede Nyoman Marta Antareja SH menyatakan tetap pada penilaiannya semula, yaitu yang harus bertanggung jawab atas kasus tersebut adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), bukan bupati yang berkuasa saat kejadian itu.

"Kalau bicara Pak Winasa sebagai pencetus awal ide pengolahan sampah menjadi kompos, sebenarnya ide itu kan sangat bagus untuk Jembrana," katanya.

Menurutnya, jika dalam implementasinya ide itu ada pelanggaran-pelanggaran teknis yang menyebabkan konsekwensi hukum, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab SKPD, bukan kliennya.

Winasa didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 miliar melalui pengadaan mesin pabrik kompos dari Jepang saat yang bersangkutan menjabat Bupati Jembrana priode 2005-2010.

Guna memberikan kesempatan kepada terdakwa Winasa menyampaikan pledoi terhadap tuntutan jaksa, majelis hakim menunda persidangan hingga Kamis (16/6) mendatang.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011