Jakarta (Antara Bali) - Fibriliasi Atrium (FA) atau kelainan irama
jantung yang menyebabkan detak jantung tidak reguler bisa meningkatkan
risiko terserang strok dengan persentase 500 persen atau lima kali
lipat.
Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Dr dr Yoga Yuniadi SpJP (K), FIHA, FasCC mengatakan di Jakarta, Rabu, bahwa kelumpuhan yang dialami pasien stroke dengan FA lebih tinggi kemungkinannya dibandingkan pasien strok tanpa FA.
"Strok dengan FA lebih tinggi kemungkinan kelumpuhannya dari pada strok tanpa FA. Baik cacat sebelah, atau seluruhnya yang nggak bisa apa-apa lagi," kata Yoga.
Selain itu, kasus kematian pada pasien strok dalam 30 hari pascaserangan juga lebih tinggi terjadi pada penderita FA dibandingkan pasien tanpa FA.
Yoga yang merupakan profesor pertama di Indonesia yang membidangi penyakit aritmia tersebut mengungkapkan bahwa penderita FA lebih cepat tekena serangan strok dibanding penderita hipertensi biasa.
"Orang dengan hipertensi itu butuh waktu bertahun-tahun untuk jadi strok. Tapi orang dengan FA hanya 48 jam bisa menjadi strok sejak timbul FA," kata Yoga.
Sedangkan orang penderita FA yang telah mengalami strok lebih berisiko lagi untuk mengalami strok berikutnya apabila tidak segera diatasi.
Yoga menyebutkan prevalensi FA di Indonesia saat ini sebanyak 2,2 juta orang. Namun dia menekankan jumlah tersebut hanya proporsi FA pada kelompok tertentu, dan belum terdata pada seluruh warga Indonesia.
Pada 37 persen pasien FA berusia kurang dari 75 tahun dengan stroke iskemik sebagai gejala pertama yang didapati. Yoga memaparkan, biasanya pasien baru mengetahui mengidap FA setelah mengalami serangan strok.
Sebanyak 40 persen kelumpuhan dalam berbicara atau sulit berbicara pada serangan strok diakibatkan karena FA. Kelumpuhan yang diderita pasien FA memiliki ciri khusus dengan tingkat keparahan yang tinggi, dan bersifat lama dan sering berulang.
Sekira 50 persen pasien yang terkena strok dengan FA akan mengalami strok kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Yoga menyebut kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Fibriliasi Atrium atau kelainan irama jantung ini masih sangat minim.
Kelainan irama jantung tersebut dapat digambarkan dengan denyut nadi yang awalnya normal kemudian tiba-tiba cepat lalu tiba-tiba kembali normal, denyut jantung yang tiba-tiba menghentak, denyut yang terkadang berhenti satu sampai dua detik, atau denyut jantung yang berdetak sangat cepat.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Dr dr Yoga Yuniadi SpJP (K), FIHA, FasCC mengatakan di Jakarta, Rabu, bahwa kelumpuhan yang dialami pasien stroke dengan FA lebih tinggi kemungkinannya dibandingkan pasien strok tanpa FA.
"Strok dengan FA lebih tinggi kemungkinan kelumpuhannya dari pada strok tanpa FA. Baik cacat sebelah, atau seluruhnya yang nggak bisa apa-apa lagi," kata Yoga.
Selain itu, kasus kematian pada pasien strok dalam 30 hari pascaserangan juga lebih tinggi terjadi pada penderita FA dibandingkan pasien tanpa FA.
Yoga yang merupakan profesor pertama di Indonesia yang membidangi penyakit aritmia tersebut mengungkapkan bahwa penderita FA lebih cepat tekena serangan strok dibanding penderita hipertensi biasa.
"Orang dengan hipertensi itu butuh waktu bertahun-tahun untuk jadi strok. Tapi orang dengan FA hanya 48 jam bisa menjadi strok sejak timbul FA," kata Yoga.
Sedangkan orang penderita FA yang telah mengalami strok lebih berisiko lagi untuk mengalami strok berikutnya apabila tidak segera diatasi.
Yoga menyebutkan prevalensi FA di Indonesia saat ini sebanyak 2,2 juta orang. Namun dia menekankan jumlah tersebut hanya proporsi FA pada kelompok tertentu, dan belum terdata pada seluruh warga Indonesia.
Pada 37 persen pasien FA berusia kurang dari 75 tahun dengan stroke iskemik sebagai gejala pertama yang didapati. Yoga memaparkan, biasanya pasien baru mengetahui mengidap FA setelah mengalami serangan strok.
Sebanyak 40 persen kelumpuhan dalam berbicara atau sulit berbicara pada serangan strok diakibatkan karena FA. Kelumpuhan yang diderita pasien FA memiliki ciri khusus dengan tingkat keparahan yang tinggi, dan bersifat lama dan sering berulang.
Sekira 50 persen pasien yang terkena strok dengan FA akan mengalami strok kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Yoga menyebut kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Fibriliasi Atrium atau kelainan irama jantung ini masih sangat minim.
Kelainan irama jantung tersebut dapat digambarkan dengan denyut nadi yang awalnya normal kemudian tiba-tiba cepat lalu tiba-tiba kembali normal, denyut jantung yang tiba-tiba menghentak, denyut yang terkadang berhenti satu sampai dua detik, atau denyut jantung yang berdetak sangat cepat.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017