Tabanan, (Antara Bali) - Harga cabai di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Tabanan, Bali, yang sempat mereda hingga Rp100.000 per kilogram kini kembali melonjak hingga mencapai Rp175.000/kg.
"Selain cabai, lonjakan harga juga menyangkut harga sayur mayur, sawi, timun, dan wortel," kata salah seorang pedagang bahan pangan di Pasar Tradisional Tabanan, Ibu Jero, Senin.
Ia mengatakan, lonjakan harga cabai yang dialami mulai dari tingkat petani itu merupakan dampak dari tingginya curah hujan yang menyebabkan produksi penghasil cita rasa pedas ini menjadi menurun.
Kondisi tersebut, makin diperparah dengan tidak adanya pasokan cabai dari luar Bali, karena sentra produksi cabai di Jawa juga mengalami hal sama yakni gagal panen akibat terkena banjir.
Kondisi tersebut menyebabkan kenaikan harga cabai pada tingkat lokal menjadi tidak terkendali, akibat tidak adanya pasokan dari Pulau Jawa, sehingga pedagang hanya mengandalkan pasokan cabai lokal dari petani di Baturiti, dan Penebel yang harganya semakin meroket.
"Kondisi itu membuat kami menyesuaikan harga dengan teman-teman pedagang di pasar," ujar Ibu Jero. Dampak kian melonjaknya harga cabai membuat konsumen membeli cabai lebih sedikit dari sebelumnya.
Menurut Bu Jero, kondisi demikian itu membuatnya cenderung membatasi stok barang, guna menghindari kerugian dari busuknya cabai akibat tidak laku terjual di tengah harga yang melambung tinggi.
Sementara itu, salah seorang petani cabai di Banjar Kembang Merta, Desa Candi Kuning Kabupaten Tabanan, Wayan Rata, mengungkapkan, harga cabai di tingkat petani masih tetap tinggi.
Makin mahalnya harga cabai rawit akibat produksi petani lokal masih terbatas itu sebagai dampak dari tingginya curah hujan belakangan ini. (gus)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Selain cabai, lonjakan harga juga menyangkut harga sayur mayur, sawi, timun, dan wortel," kata salah seorang pedagang bahan pangan di Pasar Tradisional Tabanan, Ibu Jero, Senin.
Ia mengatakan, lonjakan harga cabai yang dialami mulai dari tingkat petani itu merupakan dampak dari tingginya curah hujan yang menyebabkan produksi penghasil cita rasa pedas ini menjadi menurun.
Kondisi tersebut, makin diperparah dengan tidak adanya pasokan cabai dari luar Bali, karena sentra produksi cabai di Jawa juga mengalami hal sama yakni gagal panen akibat terkena banjir.
Kondisi tersebut menyebabkan kenaikan harga cabai pada tingkat lokal menjadi tidak terkendali, akibat tidak adanya pasokan dari Pulau Jawa, sehingga pedagang hanya mengandalkan pasokan cabai lokal dari petani di Baturiti, dan Penebel yang harganya semakin meroket.
"Kondisi itu membuat kami menyesuaikan harga dengan teman-teman pedagang di pasar," ujar Ibu Jero. Dampak kian melonjaknya harga cabai membuat konsumen membeli cabai lebih sedikit dari sebelumnya.
Menurut Bu Jero, kondisi demikian itu membuatnya cenderung membatasi stok barang, guna menghindari kerugian dari busuknya cabai akibat tidak laku terjual di tengah harga yang melambung tinggi.
Sementara itu, salah seorang petani cabai di Banjar Kembang Merta, Desa Candi Kuning Kabupaten Tabanan, Wayan Rata, mengungkapkan, harga cabai di tingkat petani masih tetap tinggi.
Makin mahalnya harga cabai rawit akibat produksi petani lokal masih terbatas itu sebagai dampak dari tingginya curah hujan belakangan ini. (gus)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017