MK: Kewenangan pemerintah pusat kelola pemanfaatan tidak langsung panas bumi sesuai UUD 1945

Jakarta (Antara) - Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) akhirnya menolak seluruh permohonan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) dalam perkara Nomor 11/PUU-XIV/2016 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Dalam Amar Putusan, MK memutuskan bahwa kewenangan Pemerintah Pusat atas pengelolaan pemanfaatan tidak langsung panas bumi (untuk tenaga listrik) tidak bertentangan dengan UUD 1945. Amar Putusan diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh tujuh Hakim Konstitusi yang diketuai Anwar Uswan pada Selasa, 12 September 2017 dan diucapkan oleh sembilan Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Arief Hidayat dalam Sidang Pleno MK terbuka untuk umum, pada Rabu (20/9).

Turut hadir untuk mendengarkan pembacaan Putusan tersebut Kepala Biro Hukum KESDM Hufron Asrofi dan Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Yunus Saefulhak. Keduanya hadir mewakili Menteri ESDM sebagai salah satu Kuasa Hukum Presiden RI.

Yunus Saefulhak menyampaikan kelegaan dan kebanggaan atas putusan ini. Satu, karena sudah sesuai dengan regulasi, aturan-aturan di atasnya. Yang kedua, secara teknikal panas bumi harus diatur sebagai suatu sistem yang tidak bisa terpisahkan oleh lintas batas provinsi atau lintas batas kabupaten, ungkapnya.

"Yang harus kita lakukan adalah menjaga sumber energi panas bumi itu untuk anak cucu nanti. Kalau sudah menjaga seperti itu, sustainable energi itu akan terjaga, dan akan menjadi warisan anak cucu yang tak pernah habis," katanya.  

Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2017