Singaraja, (Antara Bali) - Masyarakat pengempon (penyungsung) 13 Pura di wilayah Kabupaten Buleleng, Bali, membentuk "paiketan" atau kesatuan untuk menjalin komunikasi terkait permasalahan keagamaan.
"Paiketan berkomitmen menjaga kawasan suci dengan cara mengkomunikasikan dengan pihak terkait untuk melestarikan adat dan istiadat maupun budaya," kata Kelian Desa Pakraman Pejarakan, Putu Suastika di Kabupaten Buleleng, Bali, Minggu.
Ia mengatakan, pihaknya kini merancang penyusunan program kerja, baik program jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya program kerja dari paiketan ini akan disampaikan ke Kementerian Kehutanan RI selaku pengelola Taman Nasional Bali Barat (TNBB) maupun Pemkab Buleleng serta Pemprov Bali.
Menurut Suastika, kawasan suci sangat mendesak untuk segera dibahas agar tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.
Pembahasan mengenai kawasan ini juga berdasarkan desakan dari krama-krama yang tinggal di sekitar pura. Mengingat selama ini belum ada pihak yang bersedia memfasilitasi permasalahan ini.
"Beberapa permasalahan yang dibahas seperti luasan Pura dan beberapa permasalahan-permasalahan lain. Kami berharap ada jalinan komunikasi baik dengan semua pihak," tegasnya.
Selain itu, ia berharap nantinya jika sudah dibahas tidak ada lagi permasalahan mengenai kawasan konservasi TNBB dengan kawasan suci pura di daerah itu.
"Kami sangat menghargai dan juga terjun dalam pelestarian alam atau konservasi, sehingga dalam hal ini nantinya tidak ada benturan antara konservasi dengan wewidangan pura," ujarnya.
Sementara itu, 13 pura yang ada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) tersebut seperti Pura Banyuwedang, Pura Sakti, Pura Sidhi, Pura Jayaprana, Pura Segararupek, Pura Lesung, Pura Campak, Pura Payogan.
Ada sebanyak 22 pura di kawasan TNBB, 13 di antaranya di Kabupaten Buleleng, sedangkan sembilan lainnya di Kabupaten Jembrana.(KUN)
13 Pura Di Buleleng Bentuk "Paiketan" Bersama
Minggu, 30 Oktober 2016 15:50 WIB