Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia menyurati Pemkab Tabanan agar tidak membangun tempat parkir di tengah kawasan Catur Angga Jatiluwih yang dikukuhkan UNESCO menjadi warisan budaya dunia (WBD).
"Kami telah bersurat kepada Pemkab Tabanan agar membatalkan rencana membangun tempat parkir dalam kawasan, karena khawatir akan menimbulkan kekumuhan," kata Ketua Puslit Subak Unud Prof Windia di Denpasar, Senin.
Ia menyarankan kondisi sekarang dibiarkan seperti apa adanya, yakni pengunjung parkir di sela jalan subak yang selama ini cukup tersedia. Yang perlu penanganan adalah jalan-jalan subak untuk dikeraskan atau diaspal.
"Jika membangun tempat parkir dalam kawasan subak itu akan menyalahi ketentuan UNESCO, karena apapun pembangunan fisik yang dilakukan dalam kawasan sebelumnya harus dilaporkan dan mendapat persetujuan organisasi PBB tersebut," ujar Prof Windia.
Windia mengkhawatirkan jika pembangunan tempat parkir dalam kawasan subak akan menimbulkan kekumuhan, termasuk akan muncul para pedagang dan pemukiman liar.
"Kalaupun ingin membangun tempat parkir agar dilakukan jauh di luar kawasan WBD, sehingga tidak mengganggu kelestarian dan kelangsungan kawasan Catur Angga Jatiluwih," ujar Prof Windia.
Senada dengan itu, Ketua Program Studi Kajian Pariwisata Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra menambahkan pengelolaan objek wisata berupa bentangan sawah indah Jatiluwih di Kabupaten Tabanan itu mulai memberikan manfaat kepada masyarakat setempat.
Penghasilan dari tiket masuk dan lain-lain bisa dibagi untuk desa adat dan lembaga Subak, guna membiayai pembangunan dan biaya ritual adat.
Kawasan Catur Angga Batukaru menjadi satu-kesatuan dengan tiga kawasan lainnya yakni kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi, Badung, Daerah Aliran Sungai (DAS) Pekerisan, Kabupaten Gianyar dan kawasan Pura Ulun Danu Kabupaten Bangli sebagai WBD.
Pekaseh Subak Jatiluwih I Nyoman Sutama BSc menambahkan begitu dikukuhkan UNESCO 20 Juni 2012, maka pujian datang dari berbagai media, khususnya televisi, yang mengagumi keindahan alam Jatiluwih dengan sistem subaknya.
Hamparan lahan subak yang kondisinya berundag-undang (terasiring) sejak dikukuhkan UNESCO hingga sekarang kehidupan dan aktivitas petani berjalan biasa-biasa saja.
Sebagian besar petani yang terhimpun dalam 14 subak di kawasan Catur Angga Batukaru itu tidak tahu makna apa dibalik WBD bagi kehidupan subak, tidak ada hal yang istimewa terkait pengakuan UNESCO. (WDY)
Ketua Puslit Subak Surati Pemkab Tabanan
Senin, 26 Januari 2015 11:24 WIB