Nusa Dua (Antara Bali) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berbagi kisah
tentang kesuksesan pelaksanaan pemilihan umum presiden 2014 dalam Forum
Demokrasi Bali (BDF) VII di Nusa Dua, Bali, Jumat, mengakui bahwa
penerapan demokrasi bukanlah hal yang mudah.
"Pemilihan umum
tidak mudah dilaksanakan. Itu melelahkan, rumit, mahal, memecah belah
dan bahkan emosional ... Tidak ada yang mengatakan bahwa demokrasi itu
mudah," kata Presiden dalam acara tahunan yang dihadiri tiga kepala
negara sahabat itu.
Namun, lanjut dia, ketika nanti presiden baru
dilantik, Indonesia telah membuktikan pada rakyatnya dan masyarakat
dunia jika mampu melakukan transfer kekuasaan secara damai dan
konstitusional.
Ia kemudian menjelaskan bahwa sekitar 135 juta
rakyat Indonesia telah turut ambil bagian dalam salah satu proses
pemilihan umum terbesar di dunia yang melibatkan 500 ribu bilik suara
untuk memilih lebih dari seribu anggota parlemen serta presiden dan
wakil presiden itu.
Ia mencatat kesuksesan penyelenggaraan pemilu
di Indonesia itu sebagai satu dari sejumlah keberhasilan transfer
kekuasaan dengan damai di dunia, antara lain Aljazair, Brazil, Fiji,
India, Iran, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Turki.
Namun,
menurut Presiden, di tengah sejumlah keberhasilan pelaksanaan pemilu di
dunia tersebut, dunia juga dihadapkan pada situasi yang sulit dengan
memburuknya hubungan di antara negara-negara maju. Ia merujuk pada kasus
di Ukraina yang melibatkan negara-negara maju dan sengketa di Asia
Timur.
"Kita juga menjadi saksi transisi demokrasi yang tidak
mulus, terutama di Timur Tengah," katanya merujuk pada Mesir, Irak,
Tunisia dan Libya.
Oleh karena itu, ia berharap BDF dapat terus
tumbuh dan berkembang serta menawarkan pengalaman-pengalaman terbaik
dalam pelaksanaan demokrasi bagi negara-negara di dunia.
Acara
tahunan yang telah digelar sejak 2008 itu kali ini dipimpin bersama oleh
Presiden Yudhoyono dan Presiden Filipina Benigno Simeon Aquino III.
Dua
kepala pemerintahan yang secara rutin menghadiri acara tersebut, yaitu
Sultan Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah dan PM Timor Leste Kay
Rala Xanana Gusmao juga hadir dalam BDF terakhir yang dibuka oleh
Presiden Yudhoyono --yang akan mengakhiri masa jabatannya pada 20
Oktober.
Terkait kelanjutan forum yang ditujukan sebagai forum
untuk meningkatkan kerja sama regional dan internasional di bidang
pemajuan demokrasi yang bersifat inklusif dengan pendekatan saling
bertukar pengalaman terbaik masing-masing negara dalam proses
berdemokrasi itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan
keputusan tersebut merupakan kewenangan dari pemerintahan baru yang
dipimpin Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut Marty, pihaknya
tidak ingin berandai-andai mengenai kelanjutan BDF sekalipun ia meyakini
forum tersebut semakin banyak diminati oleh berbagai negara, tidak
hanya negara di kawasan Asia-Pasifik, tetapi juga di kawasan lainnya.
"Kita
tidak bisa melihat sesuatu seperti di bola kristal karena apa yang akan
terjadi besok saja kita tidak tahu. Tetapi kenyataannya BDF ini sudah
menjadi bagian dari tatanan demokrasi dalam kawasan. Banyak negara yang
juga merasakan manfaatnya," ujarnya.
Oleh karena itu, Menlu
berharap pemerintahan yang akan datang dapat memilah-milah hal yang baik
dan memperbaiki hal yang kurang baik dalam forum demokrasi tahunan
tersebut, bila memang akan dilanjutkan.
Pada kesempatan itu, ia
juga mengatakan bahwa forum tingkat menteri itu dihadiri setidaknya 85
perwakilan negara-negara sahabat. (WDY)
Presiden Akui Penerapan Demokrasi Tidak Mudah
Jumat, 10 Oktober 2014 10:25 WIB