Denpasar (Antara Bali) - Proses berkesenian dekonstruktif dalam seni pertunjukan Bali mulai dikobarkan oleh I Ketut Marya, seniman asal Tabanan pada tahun 1920 atau 91 tahun silam.
"Marya saat itu melakukan proses kreatif menciptakan tari kebyar duduk, yang hingga sekarang jenis tarian itu sangat monumental," kata Dosen ISI Denpasar I Kadek Suartaya, Minggu.
Ia mengatakan, Marya yang akhirnya dikenal dengan Ketut Mario itu adalah seniman berbasis seni tradisi klasik, namun mampu menginterpretasikan tabuh-tabuh instrumental gamelan gong kebyar yang kemudian mengkristal menjadi tari baru yang dikenal sebagai kebyar duduk.
Tatanan tari tradisi diterobosnya, namun identitas estetik tari Bali lebih diberi artikulasi artistik. Tari kebyar duduk atau kemudian juga dikenal sebagai tari Terompong, menjadi tonggak pembaharuan tari jenis kebyar.
Demikian pula yang dilakukan I Wayan Limbak di Bedulu, Gianyar yang berkolaborasi dengan seniman asing Walter Speies, pada tahun 1930-an melahirkan tari monumental kecak yang telah dikenal masyarakat dunia.
Kadek Suartaya menjelaskan, seniman melakukan dekonstruksi koor cak dalam ritual penolak bala Sanghyang menjadi tari Cak turistik itu merupakan prestasi yang luar biasa bagi perkembangan kesenian Bali.
Hal itu perlu terus dilakukan untuk meningkatkan apresiasi dan khasanah seni budaya Bali, agar bisa terus mau sesuai perkembangan seni-seni di berbagai negara belahan dunia, harap Kadek Suartaya.
Tari kebyar duduk dan oleg tambulilingan, tari kelincahan olah tubuh yang serasi dengan instrumen gamelan yang mengiringi, hasil racikan I Ketut Mario, seniman asal Tabanan itu hingga kini senantiasa hidup dalam keabadian.
Remaja putra dan putri Pulau Dewata banyak yang berangan-angan untuk bisa menguasai tari romantisme laki-perempuan dengan sempurna, karena setiap geraknya mengandung karakter keindahan yang khas, tutur Kadek Suartaya.(*)
Proses Berkesenian Dekonstruktif dikobarkan Ketut Marya
Minggu, 21 Agustus 2011 10:22 WIB