Jakarta (Antara Bali) - Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo,
mengatakan pihaknya berencana membuat pedoman terkait cara peliputan
berita yang berkaitan dengan pembunuhan sadis oleh orang yang mengalami
gangguan jiwa dan tindakan bunuh diri.
Pria yang akrab disapa Stanley itu menjelaskan, media-media di beberapa
negara Eropa dan Australia sudah tidak memuat berita-berita tentang
bunuh diri karena khawatir tindakan itu akan ditiru orang lain yang
sedang dalam masalah kejiwaan atau depresi.
"Di Eropa dan Australia, bunuh diri kalau bisa tidak diberitakan. Memang tidak diatur dalam kode etik, namun barangkali ini common sense yang harus dikembangan di kalangan jurnalis," kata dia, dalam wawancara melalui sambungan telepon, Minggu siang.
"Saya sendiri akan berupaya melalui dewan pers agar membuat semacam
pedoman bagaimana membuat liputan terkait dengan kasus-kasus bunuh
diri," jelas dia.
Dia menjelaskan, Dewan Pers membutuhkan saran dari para pakar psikologi,
dokter kejiwaan dan masyarakat agar menyampaikan protesnya secara
tertulis mengenai hal-hal yang perlu atau tidak perlu diberitakan dalam
sebuah liputan bunuh diri, pembunuhan atau kasus-kasus lain yang memuat
unsur sadis.
Ia menambahkan, "Adukan ke Dewan Pers dan Dewan Pers akan menyusun
pedoman ini. Itu akan mempercepat menyusun panduan liputan tentang
perbuatan yang diindikasikan pelaku mengalami depresi atau gangguan
jiwa, termasuk bunuh diri."
Sebelumnya, dalam Kode Etik Jurnalistik pun sudah dijabarkan bahwa
wartawan Indonesia agar tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul. (WDY)
Dewan Pers akan Buat Pedoman Pemberitaan Bunuh Diri
Minggu, 23 Juli 2017 13:42 WIB