Jakarta (Antara Bali) - Psikolog konseling Muhammad Iqbal
mengatakan, akses layanan kesehatan mental harus dapat dibuka
seluas-luasnya menyusul maraknya kasus "bullying" atau rundung terutama
yang melibatkan anak-anak.
Iqbal dalam diskusi "Berpihak Pada Anak" di Jakarta, Sabtu, memberi
contoh ada sejumlah anak korban penyalahgunaan narkoba dan lesbian, gay,
biseksual, dan transgender (LGBT) mengaku tidak tahu harus bercerita
pada siapa saat menghadapi masalah.
Anak-anak tersebut mengaku tak bisa dengan bebas menceritakan keluh kesah kepada orang tua karena takut.
Oleh karena itu, akses layanan konseling menjadi suatu kebutuhan
yang harus dipertimbangkan. Terlebih, menurut dia, kepekaan masyarakat
terhadap lingkungan sekitar kini semakin berkurang karena paparan
internet.
"Ketika ada yang menawarkan solusi dengan narkoba, pornografi dan
lainnya, mereka dengan mudah terayu. Makanya harus ada akses layanan
konseling," katanya.
Dosen fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana itu menuturkan aksi
"bullying" yang banyak dilakukan di lingkungan sekolah juga masih sulit
mendapat pertolongan karena guru yang tidak memahami.
"Guru Bimbingan Konseling (BK) itu juga tugasnya saya lihat hanya
menghukum. Mereka seharusnya dilatih. Ini yang sudah kami lakukan, yakni
melatih empati, simpati para guru serta melakukan refleksi perasaan
agar lebih memahami anak," katanya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang
2012-2016, terjadi sebanyak 23.858 kasus kekerasan anak, termasuk
"bullying", baik sebagai korban maupun pelaku. (WDY)
Akses Layanan Kesehatan Mental Harus Diperluas
Minggu, 23 Juli 2017 10:30 WIB