Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya menyatakan pihaknya setuju proyek pembangunan proyek bandara internasional di Kabupaten Buleleng tidak menggunakan tanah milik desa adat.
"Kami setuju ada usulan dari elemen masyarakat seperti dari Tim Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Bali, agar pembangunan bandara internasional tidak menggunakan tanah-tanah desa adat atau tanah negara," katanya di Denpasar, Senin.
Pada saat menerima delegasi Tim Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Bali itu, ia mengatakan, penggunaan tanah adat atau tanah negara untuk megaproyek tersebut, karena ke depan kegiatan adat, agama dan budaya di Bali akan membutuhkan tanah.
"Alasannya karena pengembangan fasilitas publik yang menjadi tanggung jawab pemerintah sudah tentu akan memerlukan tanah negara," katanya.
Dikatakan, pembangunan proyek bandara internasional di Buleleng adalah dilakukan investor swasta. Oleh karena itu didorong untuk mencari tanah masyarakat dengan catatan pembebasannya melalui ganti untung yang layak.
"Apa yang menjadi kajian dari Tim Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Bali, saya setuju untuk tidak menggunakan tanah adat dan tanah negara," ucap politisi asal Desa Sanur Kauh, Kota Denpasar.
Apalagi didukung kajian dari tim tersebut, kata dia, yang notabene di dalamnya dikaji oleh guru besar dan akademisi perguruan tinggi di Bali.
"Sudah tentu akurasi dari data dan permasalahan yang ditemukan berdasarkan kajian. Termasuk juga pemecahan persoalan di desa adat setempat," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Bali, Dr Nyoman Subanda mengatakan, materi yang diusulkan dalam pembangunan bandar udara internasional sudah berdasarkan kajian sosial budaya.
Ia mengatakan, pihaknya mengusulkan bandara baru dibangun di Kecamatan Tejakula. Alasannya, karena kecamatan ini cukup dekat di akses dari empat kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli dan Badung bagian utara.
"Selama ini memang berkembang beberapa alternatif aspirasi, seperti di Sumberkima, Kecamatan Gerokgak," kata Subanda yang didampingi tim anggota tim advokasi dan pemberdayaan lainnya.
Pada pertemuan tersebut tampak hadir dari tim advokasi dan pemberdayaan masyarakat, antara lain Prof Dr Wayan Santiyasa, Prof Dr Made Titib, Prof Dr Putu Gelgel, Wayan Sudirta dan Putu Wirata Dwikora.
Pemerintah menawarkan proyek pembangunan bandara berlokasi di Buleleng kepada investor asal India yang membutuhkan dana Rp1,5 hingga Rp2 triliun.(*)
DPRD Setuju Bandara Buleleng Tidak Gunakan Tanah Adat
Senin, 25 April 2011 16:38 WIB